LGBT
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Bagian dari |
kaum Lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) |
---|
Orientasi seksual |
Sejarah |
Kultur |
Hak-hak |
Sikap masyarakat |
Prasangka / Kekerasan |
Bidang akademis dan diskusi |
Portal LGBT |
Akronim ini dibuat dengan tujuan untuk menekankan keanekaragaman "budaya yang berdasarkan identitas seksualitas dan gender". Kadang-kadang istilah LGBT digunakan untuk semua orang yang tidak heteroseksual, bukan hanya homoseksual, biseksual, atau transgender.[2][3] Maka dari itu, seringkali huruf Q ditambahkan agar queer dan orang-orang yang masih mempertanyakan identitas seksual mereka juga terwakili (contoh. "LGBTQ" atau "GLBTQ", tercatat semenjak tahun 1996[4]).
Istilah LGBT sangat banyak digunakan untuk penunjukkan diri. Istilah ini juga diterapkan oleh mayoritas komunitas dan media yang berbasis identitas seksualitas dan gender di Amerika Serikat dan beberapa negara berbahasa Inggris lainnya.[5][6]
Tidak semua kelompok yang disebutkan setuju dengan akronim ini.[7] Beberapa orang dalam kelompok yang disebutkan merasa tidak berhubungan dengan kelompok lain dan tidak menyukai penyeragaman ini.[8] Beberapa orang menyatakan bahwa pergerakan transgender dan transeksual itu tidak sama dengan pergerakan kaum "LGB".[9] Gagasan tersebut merupakan bagian dari keyakinan "separatisme lesbian & gay", yang meyakini bahwa kelompok lesbian dan gay harus dipisah satu sama lain.[8][10] Ada pula yang tidak peduli karena mereka merasa bahwa: akronim ini terlalu politically correct; akronim LGBT merupakan sebuah upaya untuk mengategorikan berbagai kelompok dalam satu wilayah abu-abu; dan penggunaan akronim ini menandakan bahwa isu dan prioritas kelompok yang diwakili diberikan perhatian yang setara.[9][11] Di sisi lain, kaum interseks ingin dimasukkan ke dalam kelompok LGBT untuk membentuk "LGBTI" (tercatat sejak tahun 1999[12]).[13] Akronim "LGBTI" digunakan dalam The Activist's Guide of the Yogyakarta Principles in Action.[14]
Sejarah
Sebelum revolusi seksual pada tahun 1960-an, tidak ada kosakata non-peyoratif untuk menyebut kaum yang bukan heteroseksual. Istilah terdekat, "gender ketiga", telah ada sejak tahun 1860-an, tetapi tidak banyak disetujui.[15][16][17][18][19][20]Istilah pertama yang banyak digunakan, "homoseksual", dikatakan mengandung konotasi negatif dan cenderung digantikan oleh "homofil" pada era 1950-an dan 1960-an,[21] dan lalu gay pada tahun 1970-an.[15] Frase "gay dan lesbian" menjadi lebih umum setelah identitas kaum lesbian semakin terbentuk.[2] Pada tahun 1970, Daughters of Bilitis menjadikan isu feminisme atau hak kaum gay sebagai prioritas.[22] Maka, karena kesetaraan didahulukan, perbedaan peran antar laki-laki dan perempuan dipandang bersifat patriarkal oleh feminis lesbian. Banyak feminis lesbian yang menolak bekerja sama dengan kaum gay.[23] Lesbian yang lebih berpandangan esensialis merasa bahwa pendapat feminis lesbian yang separatis dan beramarah itu merugikan hak-hak kaum gay.[24] Selanjutnya, kaum biseksual dan transgender juga meminta pengakuan dalam komunitas yang lebih besar.[2] Setelah euforia kerusuhan Stonewall mereda, dimulai dari akhir 1970-an dan awal 1980-an, terjadi perubahan pandangan; beberapa gay dan lesbian menjadi kurang menerima kaum biseksual dan transgender.[25][26] Kaum transgender dituduh terlalu banyak membuat stereotip dan biseksual hanyalah gay atau lesbian yang takut untuk mengakui identitas seksual mereka.[25] Setiap komunitas yang disebut dalam akronim LGBT telah berjuang untuk mengembangkan identitasnya masing-masing, seperti apakah, dan bagaimana bersekutu dengan komunitas lain; konflik tersebut terus berlanjut hingga kini.[26]
Akronim LGBT kadang-kadang digunakan di Amerika Serikat dimulai dari sekitar tahun 1988.[27] Baru pada tahun 1990-an istilah ini banyak digunakan.[26] Meskipun komunitas LGBT menuai kontroversi mengenai penerimaan universal atau kelompok anggota yang berbeda (biseksual dan transgender kadang-kadang dipinggirkan oleh komunitas LGBT), istilah ini dipandang positif.[3][26] Walaupun singkatan LGBT tidak meliputi komunitas yang lebih kecil (lihat bagian Ragam di bawah), akronim ini secara umum dianggap mewakili kaum yang tidak disebutkan.[3][26] Secara keseluruhan, penggunaan istilah LGBT telah membantu mengantarkan orang-orang yang terpinggirkan ke komunitas umum.[3][26]
Aktris transgender Candis Cayne pada tahun 2009 menyebut komunitas LGBT sebagai "minoritas besar terakhir", dan menambahkan bahwa "Kita masih bisa diganggu secara terbuka" dan "disebut di televisi."[28]
Ragam
Ada banyak ragam yang mengganti susunan huruf dalam akronim ini. LGBT atau GLBT merupakan istilah yang paling banyak digunakan saat ini.[26] Meskipun maknanya sama, "LGBT" punya konotasi yang lebih feminis dibanding "GLBT" karena menempatkan "L" terlebih dahulu.[26] Akronim ini saat tidak meliputi kaum transgender disingkat menjadi "LGB".[26][29] Huruf "Q" untuk "queer" atau "questioning" (mempertanyakan) kadang-kadang ditambahkan (contoh, "LGBTQ", "LGBTQQ", atau "GLBTQ?").[8][30][31] Huruf lain yang dapat ditambahkan adalah "U" untuk "unsure" (tidak pasti); "C" untuk "curious" (ingin tahu); "I" untuk interseks; "T" lain untuk "transeksual" atau "transvestit"; "T", "TS", atau "2" untuk "Two‐Spirit"; "A" atau "SA" untuk "straight allies" (orang heteroseksual yang mendukung pergerakan LGBT); atau "A" untuk "aseksual".[32][33][34][35][36] Ada pula yang menambahkan "P" untuk panseksualitas atau "polyamorous," dan "O" untuk "other" (lainnya).[26][37] Susunan huruf-huruf tersebut tidak terstandardisasi; huruf-huruf kurang umum yang telah disebutkan dapat ditambahkan dalam susunan apapun.[26] Istilah yang beragam tidak mewakili perbedaan politis antar komunitas, tetapi muncul dari prarasa individu dan kelompok.[38] Istilah panseksual, omniseksual, fluid, dan queer dianggap masuk ke dalam "biseksual".[39] Demikian pula, bagi beberapa orang istilah transeksual dan interseks masuk ke dalam "transgender", meskipun banyak transeksual dan interseks yang menolaknya.[26]"SGL" ("same gender loving", pecinta sesama jenis) kadang-kadang digunakan orang Afrika-Amerika untuk memisahkan diri dari komunitas LGBT yang menurut mereka didominasi orang kulit putih.[40] "MSM" ("men who have sex with men", laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki) secara sinis dipakai untuk mendeskripsikan laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki lain tanpa merujuk pada orientasi seksual mereka.[41][42]
Frase "MSGI" ("minority sexual and gender identities", identitas seksual dan gender minoritas) yang diperkenalkan pada tahun 2000-an digunakan untuk merangkum semua huruf dan akronim, namun masih belum banyak digunakan.[43] Majalah Anything That Moves menciptakan akronim FABGLITTER (Fetish seperti komunitas gaya hidup BDSM, Allies atau poly-Amorous, Biseksual, Gay, Lesbian, Interseks, Transgender, Transsexual Engendering Revolution (Revolusi Kelahiran Transeksual) atau inter-Racial attraction (ketertarikan antar ras)), tetapi istilah ini juga tidak banyak digunakan.[2]
Akronim lain yang mulai menyebar pengunaannya adalah QUILTBAG (Queer/Questioning, Undecided (belum ditentukan), Interseks, Lesbian, Trans, Biseksual, Aseksual, Gay). Akan tetapi, istilah ini juga belum umum.[44]
Kritik
Tidak semua orang yang disebutkan setuju dengan istilah LGBT atau GLBT.[7] Contohnya, ada yang berpendapat bahwa pergerakan transgender dan transeksual tidak sama dengan lesbian, gay, dan biseksual (LGB).[9] Argumen ini bertumpu pada gagasan bahwa transgender dan transeksualitas berkaitan dengan identitas gender yang terlepas dari orientasi seksual.[26] Isu LGB dipandang sebagai masalah orientasi atau rangsangan seksual.[26] Pemisahan ini dilakukan dalam tindakan politik: tujuan LGB dianggap berbeda dari transgender dan transeksual, seperti pengesahan pernikahan sesama jenis dan perjuangan hak asasi yang tidak menyangkut kaum transgender dan interseks.[26] Beberapa interseks ingin dimasukkan ke dalam kelompok LGBT dan lebih menyukai istilah "LGBTI", sementara yang lainnya meyakini bahwa mereka bukan bagian dari komunitas LGBT dan lebih memilih tidak diliputi dalam istilah tersebut.[13][45]Ada pula keyakinan "separatisme lesbian dan gay" (tidak sama dengan "separatisme lesbian"), yang meyakini bahwa lesbian dan gay sebaiknya membentuk komunitas yang terpisah dari kelompok-kelompok lain dalam lingkup LGBTQ.[8][10] Meskipun jumlahnya tidak cukup besar untuk disebut pergerakan, kaum separatis berperan penting, vokal, dan aktif dalam komunitas LGBT.[10][46][47] Dalam beberapa kasus separatis menolak keberadaan atau hak kesetaraan orientasi non-monoseksual dan transeksualitas.[47] Hal ini dapat meluas menjadi bifobia dan transfobia.[10][47] Separatis punya lawan yang kuat - Peter Tatchell dari kelompok hak LGBT OutRage! berpendapat bahwa memisahkan transgender dari LGB merupakan "kegilaan politik".[48]
Banyak orang mencoba mengganti singkatan LGBT dengan istilah umum.[47] Kata seperti "queer" dan "pelangi" telah dicoba tetapi tidak banyak digunakan.[47][49] "Queer" mengandung konotasi negatif bagi orang tua yang mengingat pengunaannya sebagai hinaan dan ejekan dan penggunaan (negatif) semacam itu masih terus berlanjut.[47][49] Banyak pula orang muda yang memahami queer sebagai istilah yang lebih politis dibanding "LGBT".[11][49] "Pelangi" punya konotasi yang berkaitan dengan hippies, pergerakan Zaman Baru, dan organisasi seperti Rainbow/PUSH Coalition di Amerika Serikat.
Penggambaran "komunitas LGBT" atau "komunitas LGB" juga tidak disukai beberapa lesbian, gay, biseksual, transgender, dan juga ontolog.[8][50][51] Beberapa tidak setuju dengan solidaritas politis dan sosial, serta kampanye hak asasi manusia dan visibilitas yang biasanya ikut serta, termasuk gay pride.[50][51] Beberapa dari mereka meyakini bahwa mengelompokkan orang dengan orientasi non-heteroseksual menimbulkan mitos bahwa menjadi gay/lesbian/bi menjadikan seseorang berbeda dari yang lain.[8][50] Orang-orang semacam ini tidak banyak terlihat jika dibandingkan dengan aktivis gay atau LGBT lain.[50][51] Faksi ini sulit dipisahkan dari orang-orang heteroseksual, sehingga umum bagi orang untuk menduga bahwa semua LGBT mendukung kebebasan dan visibilitas LGBT dalam masyarakat, termasuk hak seseorang untuk hidup berbeda dari yang lain.[50][51][52] Dalam buku "Anti-Gay", koleksi esai tahun 1996 yang disunting oleh Mark Simpson, konsep identitas "satu ukuran cocok untuk semua" yang didasarkan pada stereotip LGBTdikritik karena menekan kepribadian kaum LGBT.
Sumber:https://id.wikipedia.org/wiki/LGBT
LGBT
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Bagian dari |
kaum Lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) |
---|
Orientasi seksual |
Sejarah |
Kultur |
Hak-hak |
Sikap masyarakat |
Prasangka / Kekerasan |
Bidang akademis dan diskusi |
Portal LGBT |
Akronim ini dibuat dengan tujuan untuk menekankan keanekaragaman "budaya yang berdasarkan identitas seksualitas dan gender". Kadang-kadang istilah LGBT digunakan untuk semua orang yang tidak heteroseksual, bukan hanya homoseksual, biseksual, atau transgender.[2][3] Maka dari itu, seringkali huruf Q ditambahkan agar queer dan orang-orang yang masih mempertanyakan identitas seksual mereka juga terwakili (contoh. "LGBTQ" atau "GLBTQ", tercatat semenjak tahun 1996[4]).
Istilah LGBT sangat banyak digunakan untuk penunjukkan diri. Istilah ini juga diterapkan oleh mayoritas komunitas dan media yang berbasis identitas seksualitas dan gender di Amerika Serikat dan beberapa negara berbahasa Inggris lainnya.[5][6]
Tidak semua kelompok yang disebutkan setuju dengan akronim ini.[7] Beberapa orang dalam kelompok yang disebutkan merasa tidak berhubungan dengan kelompok lain dan tidak menyukai penyeragaman ini.[8] Beberapa orang menyatakan bahwa pergerakan transgender dan transeksual itu tidak sama dengan pergerakan kaum "LGB".[9] Gagasan tersebut merupakan bagian dari keyakinan "separatisme lesbian & gay", yang meyakini bahwa kelompok lesbian dan gay harus dipisah satu sama lain.[8][10] Ada pula yang tidak peduli karena mereka merasa bahwa: akronim ini terlalu politically correct; akronim LGBT merupakan sebuah upaya untuk mengategorikan berbagai kelompok dalam satu wilayah abu-abu; dan penggunaan akronim ini menandakan bahwa isu dan prioritas kelompok yang diwakili diberikan perhatian yang setara.[9][11] Di sisi lain, kaum interseks ingin dimasukkan ke dalam kelompok LGBT untuk membentuk "LGBTI" (tercatat sejak tahun 1999[12]).[13] Akronim "LGBTI" digunakan dalam The Activist's Guide of the Yogyakarta Principles in Action.[14]
Sejarah
Sebelum revolusi seksual pada tahun 1960-an, tidak ada kosakata non-peyoratif untuk menyebut kaum yang bukan heteroseksual. Istilah terdekat, "gender ketiga", telah ada sejak tahun 1860-an, tetapi tidak banyak disetujui.[15][16][17][18][19][20]Istilah pertama yang banyak digunakan, "homoseksual", dikatakan mengandung konotasi negatif dan cenderung digantikan oleh "homofil" pada era 1950-an dan 1960-an,[21] dan lalu gay pada tahun 1970-an.[15] Frase "gay dan lesbian" menjadi lebih umum setelah identitas kaum lesbian semakin terbentuk.[2] Pada tahun 1970, Daughters of Bilitis menjadikan isu feminisme atau hak kaum gay sebagai prioritas.[22] Maka, karena kesetaraan didahulukan, perbedaan peran antar laki-laki dan perempuan dipandang bersifat patriarkal oleh feminis lesbian. Banyak feminis lesbian yang menolak bekerja sama dengan kaum gay.[23] Lesbian yang lebih berpandangan esensialis merasa bahwa pendapat feminis lesbian yang separatis dan beramarah itu merugikan hak-hak kaum gay.[24] Selanjutnya, kaum biseksual dan transgender juga meminta pengakuan dalam komunitas yang lebih besar.[2] Setelah euforia kerusuhan Stonewall mereda, dimulai dari akhir 1970-an dan awal 1980-an, terjadi perubahan pandangan; beberapa gay dan lesbian menjadi kurang menerima kaum biseksual dan transgender.[25][26] Kaum transgender dituduh terlalu banyak membuat stereotip dan biseksual hanyalah gay atau lesbian yang takut untuk mengakui identitas seksual mereka.[25] Setiap komunitas yang disebut dalam akronim LGBT telah berjuang untuk mengembangkan identitasnya masing-masing, seperti apakah, dan bagaimana bersekutu dengan komunitas lain; konflik tersebut terus berlanjut hingga kini.[26]
Akronim LGBT kadang-kadang digunakan di Amerika Serikat dimulai dari sekitar tahun 1988.[27] Baru pada tahun 1990-an istilah ini banyak digunakan.[26] Meskipun komunitas LGBT menuai kontroversi mengenai penerimaan universal atau kelompok anggota yang berbeda (biseksual dan transgender kadang-kadang dipinggirkan oleh komunitas LGBT), istilah ini dipandang positif.[3][26] Walaupun singkatan LGBT tidak meliputi komunitas yang lebih kecil (lihat bagian Ragam di bawah), akronim ini secara umum dianggap mewakili kaum yang tidak disebutkan.[3][26] Secara keseluruhan, penggunaan istilah LGBT telah membantu mengantarkan orang-orang yang terpinggirkan ke komunitas umum.[3][26]
Aktris transgender Candis Cayne pada tahun 2009 menyebut komunitas LGBT sebagai "minoritas besar terakhir", dan menambahkan bahwa "Kita masih bisa diganggu secara terbuka" dan "disebut di televisi."[28]
Ragam
Ada banyak ragam yang mengganti susunan huruf dalam akronim ini. LGBT atau GLBT merupakan istilah yang paling banyak digunakan saat ini.[26] Meskipun maknanya sama, "LGBT" punya konotasi yang lebih feminis dibanding "GLBT" karena menempatkan "L" terlebih dahulu.[26] Akronim ini saat tidak meliputi kaum transgender disingkat menjadi "LGB".[26][29] Huruf "Q" untuk "queer" atau "questioning" (mempertanyakan) kadang-kadang ditambahkan (contoh, "LGBTQ", "LGBTQQ", atau "GLBTQ?").[8][30][31] Huruf lain yang dapat ditambahkan adalah "U" untuk "unsure" (tidak pasti); "C" untuk "curious" (ingin tahu); "I" untuk interseks; "T" lain untuk "transeksual" atau "transvestit"; "T", "TS", atau "2" untuk "Two‐Spirit"; "A" atau "SA" untuk "straight allies" (orang heteroseksual yang mendukung pergerakan LGBT); atau "A" untuk "aseksual".[32][33][34][35][36] Ada pula yang menambahkan "P" untuk panseksualitas atau "polyamorous," dan "O" untuk "other" (lainnya).[26][37] Susunan huruf-huruf tersebut tidak terstandardisasi; huruf-huruf kurang umum yang telah disebutkan dapat ditambahkan dalam susunan apapun.[26] Istilah yang beragam tidak mewakili perbedaan politis antar komunitas, tetapi muncul dari prarasa individu dan kelompok.[38] Istilah panseksual, omniseksual, fluid, dan queer dianggap masuk ke dalam "biseksual".[39] Demikian pula, bagi beberapa orang istilah transeksual dan interseks masuk ke dalam "transgender", meskipun banyak transeksual dan interseks yang menolaknya.[26]"SGL" ("same gender loving", pecinta sesama jenis) kadang-kadang digunakan orang Afrika-Amerika untuk memisahkan diri dari komunitas LGBT yang menurut mereka didominasi orang kulit putih.[40] "MSM" ("men who have sex with men", laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki) secara sinis dipakai untuk mendeskripsikan laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki lain tanpa merujuk pada orientasi seksual mereka.[41][42]
Frase "MSGI" ("minority sexual and gender identities", identitas seksual dan gender minoritas) yang diperkenalkan pada tahun 2000-an digunakan untuk merangkum semua huruf dan akronim, namun masih belum banyak digunakan.[43] Majalah Anything That Moves menciptakan akronim FABGLITTER (Fetish seperti komunitas gaya hidup BDSM, Allies atau poly-Amorous, Biseksual, Gay, Lesbian, Interseks, Transgender, Transsexual Engendering Revolution (Revolusi Kelahiran Transeksual) atau inter-Racial attraction (ketertarikan antar ras)), tetapi istilah ini juga tidak banyak digunakan.[2]
Akronim lain yang mulai menyebar pengunaannya adalah QUILTBAG (Queer/Questioning, Undecided (belum ditentukan), Interseks, Lesbian, Trans, Biseksual, Aseksual, Gay). Akan tetapi, istilah ini juga belum umum.[44]
Kritik
Tidak semua orang yang disebutkan setuju dengan istilah LGBT atau GLBT.[7] Contohnya, ada yang berpendapat bahwa pergerakan transgender dan transeksual tidak sama dengan lesbian, gay, dan biseksual (LGB).[9] Argumen ini bertumpu pada gagasan bahwa transgender dan transeksualitas berkaitan dengan identitas gender yang terlepas dari orientasi seksual.[26] Isu LGB dipandang sebagai masalah orientasi atau rangsangan seksual.[26] Pemisahan ini dilakukan dalam tindakan politik: tujuan LGB dianggap berbeda dari transgender dan transeksual, seperti pengesahan pernikahan sesama jenis dan perjuangan hak asasi yang tidak menyangkut kaum transgender dan interseks.[26] Beberapa interseks ingin dimasukkan ke dalam kelompok LGBT dan lebih menyukai istilah "LGBTI", sementara yang lainnya meyakini bahwa mereka bukan bagian dari komunitas LGBT dan lebih memilih tidak diliputi dalam istilah tersebut.[13][45]Ada pula keyakinan "separatisme lesbian dan gay" (tidak sama dengan "separatisme lesbian"), yang meyakini bahwa lesbian dan gay sebaiknya membentuk komunitas yang terpisah dari kelompok-kelompok lain dalam lingkup LGBTQ.[8][10] Meskipun jumlahnya tidak cukup besar untuk disebut pergerakan, kaum separatis berperan penting, vokal, dan aktif dalam komunitas LGBT.[10][46][47] Dalam beberapa kasus separatis menolak keberadaan atau hak kesetaraan orientasi non-monoseksual dan transeksualitas.[47] Hal ini dapat meluas menjadi bifobia dan transfobia.[10][47] Separatis punya lawan yang kuat - Peter Tatchell dari kelompok hak LGBT OutRage! berpendapat bahwa memisahkan transgender dari LGB merupakan "kegilaan politik".[48]
Banyak orang mencoba mengganti singkatan LGBT dengan istilah umum.[47] Kata seperti "queer" dan "pelangi" telah dicoba tetapi tidak banyak digunakan.[47][49] "Queer" mengandung konotasi negatif bagi orang tua yang mengingat pengunaannya sebagai hinaan dan ejekan dan penggunaan (negatif) semacam itu masih terus berlanjut.[47][49] Banyak pula orang muda yang memahami queer sebagai istilah yang lebih politis dibanding "LGBT".[11][49] "Pelangi" punya konotasi yang berkaitan dengan hippies, pergerakan Zaman Baru, dan organisasi seperti Rainbow/PUSH Coalition di Amerika Serikat.
Penggambaran "komunitas LGBT" atau "komunitas LGB" juga tidak disukai beberapa lesbian, gay, biseksual, transgender, dan juga ontolog.[8][50][51] Beberapa tidak setuju dengan solidaritas politis dan sosial, serta kampanye hak asasi manusia dan visibilitas yang biasanya ikut serta, termasuk gay pride.[50][51] Beberapa dari mereka meyakini bahwa mengelompokkan orang dengan orientasi non-heteroseksual menimbulkan mitos bahwa menjadi gay/lesbian/bi menjadikan seseorang berbeda dari yang lain.[8][50] Orang-orang semacam ini tidak banyak terlihat jika dibandingkan dengan aktivis gay atau LGBT lain.[50][51] Faksi ini sulit dipisahkan dari orang-orang heteroseksual, sehingga umum bagi orang untuk menduga bahwa semua LGBT mendukung kebebasan dan visibilitas LGBT dalam masyarakat, termasuk hak seseorang untuk hidup berbeda dari yang lain.[50][51][52] Dalam buku "Anti-Gay", koleksi esai tahun 1996 yang disunting oleh Mark Simpson, konsep identitas "satu ukuran cocok untuk semua" yang didasarkan pada stereotip LGBT dikritik karena menekan kepribadian kaum LGBT.[53]
Sinergi BNN dan Blogger untuk Mengatasi Darurat Narkoba 29 Mei 2015 02:50:43 Diperbarui: 17 Juni 2015 06:29:44 Dibaca : 122 Komentar : 1 Nilai : 2 Sinergi BNN dan Blogger untuk Mengatasi Darurat Narkoba Deputi Pencegahan BNN Antar Sianturi menjawab pertanyaan blogger (sumber foto: dokumentasi pribadi/ www.Kompasiana.com/roelly87) INDONESIA memasuki "Darurat Narkoba"? Jujur, ini bukan kalimat untuk menakut-nakuti atau bernada skeptis belaka. Melainkan memang nyata dan apa adanya. Ya, negeri kita tercinta ini sedang dirundung banyak masalah. Salah satunya, selain praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang sudah mewabah, adalah narkotika dan obat terlarang (narkoba). Itu diungkapkan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) secara tegas saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Badan Narkotika Nasional (BNN) di Hotel Bidakara, 4 Februari lalu. Dalam kesempatan itu, Jokowi menyebut setiap harinya terdapat 50 orang meninggal sia-sia akibat narkoba. Wajar jika bulan lalu, mantan Gubernur DKI Jakarta ini bertindak tegas dengan menghukum mati pengedar dan bandar kelas kakap. Gunanya, demi mengurangi peredaran zat haram itu di negara kita tercinta yang bisa merusak generasi penerus. Hampir tiga bulan berselang, kampanye perang terhadap narkoba kembali didengungkan. Kali ini bukan dari Jokowi. Melainkan, diungkap langsung pejabat teras BNN dalam workshop Pencegahan dan Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba bersama sekitar 50 blogger di Restoran Nusa Dua, Senayan, Selasa (26/5). Awalnya, acara tersebut akan menghadirkan Kepala BNN Anang Iskandar yang akhirnya batal karena beliau masih terkena demam berdarah. Sebagai gantinya, Deputi Pencegahan BNN Antar Sianturi tampil sebagai pembicara bersama Kabag Humas BNN Slamet Pribadi. Tak ketinggalan salah satu pejabat teras yang sudah tidak asing lagi bagi kalangan blogger, yaitu Direktur Diseminasi Informasi Gun Gun Siswadi. Dalam kesempatan itu, mereka tidak hanya memaparkan mengenai bahaya narkoba saja. Melainkan cara untuk mengantisipasi serta mencegah peredarannya kepada blogger. Bahkan, pihak BNN berencana (kembali) untuk mengajak serta blogger dalam mencegah dampak luas narkoba ke Pusat Rehabilitasi di Lido, Sukabumi, Jawa Barat. Sebuah sinergi yang saling menguntungkan bagikedua pihak. Sebab, BNN dapat melanjutkan program Indonesia Emas 2045 yang Bebas Narkobamelalui peran blogger. Maklum, kekuatan blogger tidak hanya dalam hal tulisan saja yang bisa menyebar di dunia maya. Tapi juga di dunia nyata mengingat blogger bisa memberi edukasi mengenai narkoba kepada anak, saudara, keluarga, kerabat, hingga tetangga. Dan, jujur saja, -menurut saya- itu jauh lebih mengefek ketimbang hanya promosi di media mainstream saja. Contoh nyata sudah terlihat pada sosok Okti Li. Blogger wanita ini tidak pernah lelah memberi edukasi mengenai bahaya narkoba kepada keluarga dan lingkungan sekitarnya. Yang menarik, Okti Li selalu hadir jika ada acara yang diselenggarakan BNN meskipun rumahnya sangat jauh, yaitu di pelosok Cianjur. Itu membuktikan komitmennya sebagai blogger yang perduli narkoba. Termasuk semangatnya yang tetap tinggi meski seusai pulang dari workshop, bus yang ditumpanginya nyaris mengalami kecelakaan beruntun di kawasan Panembong, Cianjur. Berbicara mengenai sinergi BNN dengan blogger, bagi saya sebenarnya sudah tidak asing lagi. Lantaran sejak tiga tahun lalu sudah ikut dalam program pencegahan narkoba. Tepatnya ketika pertengahan 2012 diajak pak Thamrin Dahlan, blogger aktif yang sebelum pensiun pernah menjabat Direktur Pasca Rehabilitasi BNN. Sejak itu, saya jadi tergerak untuk serta dalam program dan acara yang dihelat BNN. Mulai dari Diskusi di Restoran Mie Cekker Bandung bersama pak Gun Gun pada 22 Februari 2014, Pergelaran Seni Budaya dan Forum Komunikasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba di Gendung Smesco (25/3/2014), diskusi dengan pak Anang di markas BNN (14/4/2014), hingga diundang secara eksklusif saat mewawancarai presiden di Rakornas, Februari lalu. Apa yang saya lakukan itu memang bukan tanpa alasan. Sebab, saya sangat antipati dengan yang namanya narkoba setelah 11 tahun silam saudara sepupu saya meninggal akibatoverdosis. Jadi, dengan adanya program BNN yang bekerja sama dengan blogger, bisa membuat saya turut serta melakukan pencegahan narkoba di lingkungan tempat saya tinggal. Ya, dari apa yang saya tulis di blog dengan mencetak dan ditempel di dinding Karang Taruna serta pos Rukun Warga (RW). * * * "Pengguna narkoba di Indonesia ini sudah sangat parah. Yaitu, mencapai 4,2 juta orang atau sekitar 2,2 persen dari seluruh penduduk di negeri ini yang masuk kategori 'darurat narkoba'. Lalu, apa yang harus kita lakukan untuk menguranginya?" kata Antar kepada puluhan blogger. "Jawabannya dengan melakukan pencegahan agar jumlah tersebut tidak bertambah. Nah, di sini, peran blogger sangat penting bagi kami (BNN). Salah satunya, jika ada keluarga atau kerabat kalian yang terindikasi mengkonsumsi narkoba, bisa membawanya ke BNN untuk direhabilitasi. Program ini gratis dan ditanggung negara dalam rangka merehabilitasi 100 ribu pengguna." Apa yang dikatakan mantan Direktur Keuangan TVRI ini beralasan. Sebab, banyak pengguna narkoba yang ingin sembuh, tapi takut jika mendengar dibawa ke BNN untuk direhabilitasi dan lebih memilih untuk dipenjara. Kenapa? Sebab, di penjara mereka bisa bebas mengkonsumsi atau bahkan mengedarkannya! Itu menjadi ironis mengingat penjara bukanlah tempat yang tepat untuk mengatasi narkoba. Melainkan justru panti rehabilitasi yang dapat menghentikan ketergantungan bagi pengguna. Itu diungkapkan secara gamblang oleh Antar, "70 persen perdagangan narkoba di Indonesia dikendalikan dari penjara! Ini fakta. Untuk itu, kami berharap jika ada rekan-rekan blogger yang memiliki keluarga atau orang terdekat yang terindikasi narkoba, bisa membawanya kepada BNN. Kami berharap dengan peran serta blogger bisa mengurangi peredaran narkoba di negeri ini." Hal sama ditegaskan Slamet. Menurut sosok yang menjabat Kabag Humas sejak Januari lalu itu, blogger juga bisa berperan aktif selain melalui tulisan dan edukasi di lingkungan sekitar. Salah satunya, dengan melaporkan adanya peredaran narkoba di kediamannya. Pertanyaannya, reward atau penghargaan apa yang didapat blogger jika melakukan hal tersebut? Demikian, jalan pikiran kami masing-masing ketika Slamet mengutarakan hal tersebut. Maklum, sebagai pelapor memang sangat berisiko. Beruntung, pemilik blog slametpribadi99.wordpress.com ini, memberikan penjelasan lebih lanjut yang membuat kami lega. "Jika kalian ingin jadi pelapor, tidak perlu menulis lengkap jati diri. Cukup mengirim SMS (pesan singkat) ke nomor 081221675675. Lalu, apapenghargaan bagi pengguna atau mantan pemakai yang ingin melaporkan pengedar dan bandar narkoba? Untuk saat ini, kami belum bisa memberikan penghargaan. Namun, reward dari kami dan pemerintah berupa jaminan keamanan bagi yang melapor. Selain itu, pelapor juga punya hak imunitas atau kekebalan hukum dari negara," Slamet, mengungkapkan. Jadi, sebagai blogger, mari kita turut serta mencegah peredaran narkoba demi generasi yang akan datang.* * * * Oh ya, dalam kesempatan tersebut, Slamet juga mengajak blogger dan masyarakat umum untuk menyaksikan konser Slank bersama BNN untuk menyambut Hari Anti Narkotika Internasional (HANI). Acara tersebut berlangsung di Lapangan D, Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis, 4 Juni 2015, pukul 13.30 hingga 15.30 WIB. Yang menarik, pengunjung bisa menyaksikan pertunjukkan dari band legendaris Indonesia ini secara GRATIS! Informasi lebih lengkap bisa disimak di website resmi BNN di alamat ini: Slank Konser Sore-Sore Anti Narkoba: Via Musik, Ajak Penyalah Guna Pulih Dengan Cara Asik * * * 14328424571337121633 Direktur Diseminasi Informasi Gun Gun Siswadi (@roelly87) * * * 1432842489755065 Kabag Humas Slamet Pribadi (@roelly87) * * * 1432842528200735642 Thamrin Dahlan selaku mantan Direktur Pasca Rehabilitasi BNN yang kini menjadi koordinator Blogger (@roelly87) * * * 1432845299177885854 Konser Sore-Sore Anti Narkoba bareng Slank (Sumber foto: BNN.go.id
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/roelly87/sinergi-bnn-dan-blogger-untuk-mengatasi-darurat-narkoba_556c46195fafbd71048b4569
Sinergi BNN dan Blogger
untuk Mengatasi Darurat Narkoba
29 Mei 2015 02:50:43 Diperbarui: 17 Juni 2015 06:29:44 Dibaca : 122
Komentar : 1 Nilai : 2
Sinergi BNN dan Blogger untuk Mengatasi Darurat Narkoba
Deputi Pencegahan BNN Antar Sianturi menjawab pertanyaan blogger (sumber
foto: dokumentasi pribadi/ www.Kompasiana.com/roelly87)
INDONESIA memasuki "Darurat Narkoba"? Jujur, ini bukan kalimat untuk
menakut-nakuti atau bernada skeptis belaka. Melainkan memang nyata dan
apa adanya. Ya, negeri kita tercinta ini sedang dirundung banyak
masalah. Salah satunya, selain praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
(KKN) yang sudah mewabah, adalah narkotika dan obat terlarang (narkoba).
Itu diungkapkan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) secara
tegas saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Badan Narkotika
Nasional (BNN) di Hotel Bidakara, 4 Februari lalu. Dalam kesempatan itu,
Jokowi menyebut setiap harinya terdapat 50 orang meninggal sia-sia
akibat narkoba. Wajar jika bulan lalu, mantan Gubernur DKI Jakarta ini
bertindak tegas dengan menghukum mati pengedar dan bandar kelas kakap.
Gunanya, demi mengurangi peredaran zat haram itu di negara kita tercinta
yang bisa merusak generasi penerus.
Hampir tiga bulan berselang, kampanye perang terhadap narkoba kembali
didengungkan. Kali ini bukan dari Jokowi. Melainkan, diungkap langsung
pejabat teras BNN dalam workshop Pencegahan dan Pemberantasan,
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba bersama sekitar 50 blogger di
Restoran Nusa Dua, Senayan, Selasa (26/5).
Awalnya, acara tersebut akan menghadirkan Kepala BNN Anang Iskandar yang
akhirnya batal karena beliau masih terkena demam berdarah. Sebagai
gantinya, Deputi Pencegahan BNN Antar Sianturi tampil sebagai pembicara
bersama Kabag Humas BNN Slamet Pribadi. Tak ketinggalan salah satu
pejabat teras yang sudah tidak asing lagi bagi kalangan blogger, yaitu
Direktur Diseminasi Informasi Gun Gun Siswadi.
Dalam kesempatan itu, mereka tidak hanya memaparkan mengenai bahaya
narkoba saja. Melainkan cara untuk mengantisipasi serta mencegah
peredarannya kepada blogger. Bahkan, pihak BNN berencana (kembali) untuk
mengajak serta blogger dalam mencegah dampak luas narkoba ke Pusat
Rehabilitasi di Lido, Sukabumi, Jawa Barat.
Sebuah sinergi yang saling menguntungkan bagikedua pihak. Sebab, BNN
dapat melanjutkan program Indonesia Emas 2045 yang Bebas Narkobamelalui
peran blogger. Maklum, kekuatan blogger tidak hanya dalam hal tulisan
saja yang bisa menyebar di dunia maya. Tapi juga di dunia nyata
mengingat blogger bisa memberi edukasi mengenai narkoba kepada anak,
saudara, keluarga, kerabat, hingga tetangga. Dan, jujur saja, -menurut
saya- itu jauh lebih mengefek ketimbang hanya promosi di media
mainstream saja.
Contoh nyata sudah terlihat pada sosok Okti Li. Blogger wanita ini tidak
pernah lelah memberi edukasi mengenai bahaya narkoba kepada keluarga
dan lingkungan sekitarnya. Yang menarik, Okti Li selalu hadir jika ada
acara yang diselenggarakan BNN meskipun rumahnya sangat jauh, yaitu di
pelosok Cianjur. Itu membuktikan komitmennya sebagai blogger yang
perduli narkoba. Termasuk semangatnya yang tetap tinggi meski seusai
pulang dari workshop, bus yang ditumpanginya nyaris mengalami kecelakaan
beruntun di kawasan Panembong, Cianjur.
Berbicara mengenai sinergi BNN dengan blogger, bagi saya sebenarnya
sudah tidak asing lagi. Lantaran sejak tiga tahun lalu sudah ikut dalam
program pencegahan narkoba. Tepatnya ketika pertengahan 2012 diajak pak
Thamrin Dahlan, blogger aktif yang sebelum pensiun pernah menjabat
Direktur Pasca Rehabilitasi BNN. Sejak itu, saya jadi tergerak untuk
serta dalam program dan acara yang dihelat BNN. Mulai dari Diskusi di
Restoran Mie Cekker Bandung bersama pak Gun Gun pada 22 Februari 2014,
Pergelaran Seni Budaya dan Forum Komunikasi Pencegahan Penyalahgunaan
Narkoba di Gendung Smesco (25/3/2014), diskusi dengan pak Anang di
markas BNN (14/4/2014), hingga diundang secara eksklusif saat
mewawancarai presiden di Rakornas, Februari lalu.
Apa yang saya lakukan itu memang bukan tanpa alasan. Sebab, saya sangat
antipati dengan yang namanya narkoba setelah 11 tahun silam saudara
sepupu saya meninggal akibatoverdosis. Jadi, dengan adanya program BNN
yang bekerja sama dengan blogger, bisa membuat saya turut serta
melakukan pencegahan narkoba di lingkungan tempat saya tinggal. Ya, dari
apa yang saya tulis di blog dengan mencetak dan ditempel di dinding
Karang Taruna serta pos Rukun Warga (RW).
* * *
"Pengguna narkoba di Indonesia ini sudah sangat parah. Yaitu, mencapai
4,2 juta orang atau sekitar 2,2 persen dari seluruh penduduk di negeri
ini yang masuk kategori 'darurat narkoba'. Lalu, apa yang harus kita
lakukan untuk menguranginya?" kata Antar kepada puluhan blogger.
"Jawabannya dengan melakukan pencegahan agar jumlah tersebut tidak
bertambah. Nah, di sini, peran blogger sangat penting bagi kami (BNN).
Salah satunya, jika ada keluarga atau kerabat kalian yang terindikasi
mengkonsumsi narkoba, bisa membawanya ke BNN untuk direhabilitasi.
Program ini gratis dan ditanggung negara dalam rangka merehabilitasi 100
ribu pengguna."
Apa yang dikatakan mantan Direktur Keuangan TVRI ini beralasan. Sebab,
banyak pengguna narkoba yang ingin sembuh, tapi takut jika mendengar
dibawa ke BNN untuk direhabilitasi dan lebih memilih untuk dipenjara.
Kenapa? Sebab, di penjara mereka bisa bebas mengkonsumsi atau bahkan
mengedarkannya! Itu menjadi ironis mengingat penjara bukanlah tempat
yang tepat untuk mengatasi narkoba. Melainkan justru panti rehabilitasi
yang dapat menghentikan ketergantungan bagi pengguna.
Itu diungkapkan secara gamblang oleh Antar, "70 persen perdagangan
narkoba di Indonesia dikendalikan dari penjara! Ini fakta. Untuk itu,
kami berharap jika ada rekan-rekan blogger yang memiliki keluarga atau
orang terdekat yang terindikasi narkoba, bisa membawanya kepada BNN.
Kami berharap dengan peran serta blogger bisa mengurangi peredaran
narkoba di negeri ini."
Hal sama ditegaskan Slamet. Menurut sosok yang menjabat Kabag Humas
sejak Januari lalu itu, blogger juga bisa berperan aktif selain melalui
tulisan dan edukasi di lingkungan sekitar. Salah satunya, dengan
melaporkan adanya peredaran narkoba di kediamannya.
Pertanyaannya, reward atau penghargaan apa yang didapat blogger jika
melakukan hal tersebut? Demikian, jalan pikiran kami masing-masing
ketika Slamet mengutarakan hal tersebut. Maklum, sebagai pelapor memang
sangat berisiko. Beruntung, pemilik blog slametpribadi99.wordpress.com
ini, memberikan penjelasan lebih lanjut yang membuat kami lega.
"Jika kalian ingin jadi pelapor, tidak perlu menulis lengkap jati diri.
Cukup mengirim SMS (pesan singkat) ke nomor 081221675675. Lalu,
apapenghargaan bagi pengguna atau mantan pemakai yang ingin melaporkan
pengedar dan bandar narkoba? Untuk saat ini, kami belum bisa memberikan
penghargaan. Namun, reward dari kami dan pemerintah berupa jaminan
keamanan bagi yang melapor. Selain itu, pelapor juga punya hak imunitas
atau kekebalan hukum dari negara," Slamet, mengungkapkan.
Jadi, sebagai blogger, mari kita turut serta mencegah peredaran narkoba
demi generasi yang akan datang.*
* * *
Oh ya, dalam kesempatan tersebut, Slamet juga mengajak blogger dan
masyarakat umum untuk menyaksikan konser Slank bersama BNN untuk
menyambut Hari Anti Narkotika Internasional (HANI). Acara tersebut
berlangsung di Lapangan D, Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Pusat,
Kamis, 4 Juni 2015, pukul 13.30 hingga 15.30 WIB. Yang menarik,
pengunjung bisa menyaksikan pertunjukkan dari band legendaris Indonesia
ini secara GRATIS!
Informasi lebih lengkap bisa disimak di website resmi BNN di alamat ini:
Slank Konser Sore-Sore Anti Narkoba: Via Musik, Ajak Penyalah Guna
Pulih Dengan Cara Asik
* * *
14328424571337121633
Direktur Diseminasi Informasi Gun Gun Siswadi (@roelly87)
* * *
1432842489755065
Kabag Humas Slamet Pribadi (@roelly87)
* * *
1432842528200735642
Thamrin Dahlan selaku mantan Direktur Pasca Rehabilitasi BNN yang kini
menjadi koordinator Blogger (@roelly87)
* * *
1432845299177885854
Konser Sore-Sore Anti Narkoba bareng Slank (Sumber foto: BNN.go.id)
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/roelly87/sinergi-bnn-dan-blogger-untuk-mengatasi-darurat-narkoba_556c46195fafbd71048b4569
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/roelly87/sinergi-bnn-dan-blogger-untuk-mengatasi-darurat-narkoba_556c46195fafbd71048b4569
Sinergi BNN dan Blogger
untuk Mengatasi Darurat Narkoba
29 Mei 2015 02:50:43 Diperbarui: 17 Juni 2015 06:29:44 Dibaca : 122
Komentar : 1 Nilai : 2
Sinergi BNN dan Blogger untuk Mengatasi Darurat Narkoba
Deputi Pencegahan BNN Antar Sianturi menjawab pertanyaan blogger (sumber
foto: dokumentasi pribadi/ www.Kompasiana.com/roelly87)
INDONESIA memasuki "Darurat Narkoba"? Jujur, ini bukan kalimat untuk
menakut-nakuti atau bernada skeptis belaka. Melainkan memang nyata dan
apa adanya. Ya, negeri kita tercinta ini sedang dirundung banyak
masalah. Salah satunya, selain praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
(KKN) yang sudah mewabah, adalah narkotika dan obat terlarang (narkoba).
Itu diungkapkan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) secara
tegas saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Badan Narkotika
Nasional (BNN) di Hotel Bidakara, 4 Februari lalu. Dalam kesempatan itu,
Jokowi menyebut setiap harinya terdapat 50 orang meninggal sia-sia
akibat narkoba. Wajar jika bulan lalu, mantan Gubernur DKI Jakarta ini
bertindak tegas dengan menghukum mati pengedar dan bandar kelas kakap.
Gunanya, demi mengurangi peredaran zat haram itu di negara kita tercinta
yang bisa merusak generasi penerus.
Hampir tiga bulan berselang, kampanye perang terhadap narkoba kembali
didengungkan. Kali ini bukan dari Jokowi. Melainkan, diungkap langsung
pejabat teras BNN dalam workshop Pencegahan dan Pemberantasan,
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba bersama sekitar 50 blogger di
Restoran Nusa Dua, Senayan, Selasa (26/5).
Awalnya, acara tersebut akan menghadirkan Kepala BNN Anang Iskandar yang
akhirnya batal karena beliau masih terkena demam berdarah. Sebagai
gantinya, Deputi Pencegahan BNN Antar Sianturi tampil sebagai pembicara
bersama Kabag Humas BNN Slamet Pribadi. Tak ketinggalan salah satu
pejabat teras yang sudah tidak asing lagi bagi kalangan blogger, yaitu
Direktur Diseminasi Informasi Gun Gun Siswadi.
Dalam kesempatan itu, mereka tidak hanya memaparkan mengenai bahaya
narkoba saja. Melainkan cara untuk mengantisipasi serta mencegah
peredarannya kepada blogger. Bahkan, pihak BNN berencana (kembali) untuk
mengajak serta blogger dalam mencegah dampak luas narkoba ke Pusat
Rehabilitasi di Lido, Sukabumi, Jawa Barat.
Sebuah sinergi yang saling menguntungkan bagikedua pihak. Sebab, BNN
dapat melanjutkan program Indonesia Emas 2045 yang Bebas Narkobamelalui
peran blogger. Maklum, kekuatan blogger tidak hanya dalam hal tulisan
saja yang bisa menyebar di dunia maya. Tapi juga di dunia nyata
mengingat blogger bisa memberi edukasi mengenai narkoba kepada anak,
saudara, keluarga, kerabat, hingga tetangga. Dan, jujur saja, -menurut
saya- itu jauh lebih mengefek ketimbang hanya promosi di media
mainstream saja.
Contoh nyata sudah terlihat pada sosok Okti Li. Blogger wanita ini tidak
pernah lelah memberi edukasi mengenai bahaya narkoba kepada keluarga
dan lingkungan sekitarnya. Yang menarik, Okti Li selalu hadir jika ada
acara yang diselenggarakan BNN meskipun rumahnya sangat jauh, yaitu di
pelosok Cianjur. Itu membuktikan komitmennya sebagai blogger yang
perduli narkoba. Termasuk semangatnya yang tetap tinggi meski seusai
pulang dari workshop, bus yang ditumpanginya nyaris mengalami kecelakaan
beruntun di kawasan Panembong, Cianjur.
Berbicara mengenai sinergi BNN dengan blogger, bagi saya sebenarnya
sudah tidak asing lagi. Lantaran sejak tiga tahun lalu sudah ikut dalam
program pencegahan narkoba. Tepatnya ketika pertengahan 2012 diajak pak
Thamrin Dahlan, blogger aktif yang sebelum pensiun pernah menjabat
Direktur Pasca Rehabilitasi BNN. Sejak itu, saya jadi tergerak untuk
serta dalam program dan acara yang dihelat BNN. Mulai dari Diskusi di
Restoran Mie Cekker Bandung bersama pak Gun Gun pada 22 Februari 2014,
Pergelaran Seni Budaya dan Forum Komunikasi Pencegahan Penyalahgunaan
Narkoba di Gendung Smesco (25/3/2014), diskusi dengan pak Anang di
markas BNN (14/4/2014), hingga diundang secara eksklusif saat
mewawancarai presiden di Rakornas, Februari lalu.
Apa yang saya lakukan itu memang bukan tanpa alasan. Sebab, saya sangat
antipati dengan yang namanya narkoba setelah 11 tahun silam saudara
sepupu saya meninggal akibatoverdosis. Jadi, dengan adanya program BNN
yang bekerja sama dengan blogger, bisa membuat saya turut serta
melakukan pencegahan narkoba di lingkungan tempat saya tinggal. Ya, dari
apa yang saya tulis di blog dengan mencetak dan ditempel di dinding
Karang Taruna serta pos Rukun Warga (RW).
* * *
"Pengguna narkoba di Indonesia ini sudah sangat parah. Yaitu, mencapai
4,2 juta orang atau sekitar 2,2 persen dari seluruh penduduk di negeri
ini yang masuk kategori 'darurat narkoba'. Lalu, apa yang harus kita
lakukan untuk menguranginya?" kata Antar kepada puluhan blogger.
"Jawabannya dengan melakukan pencegahan agar jumlah tersebut tidak
bertambah. Nah, di sini, peran blogger sangat penting bagi kami (BNN).
Salah satunya, jika ada keluarga atau kerabat kalian yang terindikasi
mengkonsumsi narkoba, bisa membawanya ke BNN untuk direhabilitasi.
Program ini gratis dan ditanggung negara dalam rangka merehabilitasi 100
ribu pengguna."
Apa yang dikatakan mantan Direktur Keuangan TVRI ini beralasan. Sebab,
banyak pengguna narkoba yang ingin sembuh, tapi takut jika mendengar
dibawa ke BNN untuk direhabilitasi dan lebih memilih untuk dipenjara.
Kenapa? Sebab, di penjara mereka bisa bebas mengkonsumsi atau bahkan
mengedarkannya! Itu menjadi ironis mengingat penjara bukanlah tempat
yang tepat untuk mengatasi narkoba. Melainkan justru panti rehabilitasi
yang dapat menghentikan ketergantungan bagi pengguna.
Itu diungkapkan secara gamblang oleh Antar, "70 persen perdagangan
narkoba di Indonesia dikendalikan dari penjara! Ini fakta. Untuk itu,
kami berharap jika ada rekan-rekan blogger yang memiliki keluarga atau
orang terdekat yang terindikasi narkoba, bisa membawanya kepada BNN.
Kami berharap dengan peran serta blogger bisa mengurangi peredaran
narkoba di negeri ini."
Hal sama ditegaskan Slamet. Menurut sosok yang menjabat Kabag Humas
sejak Januari lalu itu, blogger juga bisa berperan aktif selain melalui
tulisan dan edukasi di lingkungan sekitar. Salah satunya, dengan
melaporkan adanya peredaran narkoba di kediamannya.
Pertanyaannya, reward atau penghargaan apa yang didapat blogger jika
melakukan hal tersebut? Demikian, jalan pikiran kami masing-masing
ketika Slamet mengutarakan hal tersebut. Maklum, sebagai pelapor memang
sangat berisiko. Beruntung, pemilik blog slametpribadi99.wordpress.com
ini, memberikan penjelasan lebih lanjut yang membuat kami lega.
"Jika kalian ingin jadi pelapor, tidak perlu menulis lengkap jati diri.
Cukup mengirim SMS (pesan singkat) ke nomor 081221675675. Lalu,
apapenghargaan bagi pengguna atau mantan pemakai yang ingin melaporkan
pengedar dan bandar narkoba? Untuk saat ini, kami belum bisa memberikan
penghargaan. Namun, reward dari kami dan pemerintah berupa jaminan
keamanan bagi yang melapor. Selain itu, pelapor juga punya hak imunitas
atau kekebalan hukum dari negara," Slamet, mengungkapkan.
Jadi, sebagai blogger, mari kita turut serta mencegah peredaran narkoba
demi generasi yang akan datang.*
* * *
Oh ya, dalam kesempatan tersebut, Slamet juga mengajak blogger dan
masyarakat umum untuk menyaksikan konser Slank bersama BNN untuk
menyambut Hari Anti Narkotika Internasional (HANI). Acara tersebut
berlangsung di Lapangan D, Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Pusat,
Kamis, 4 Juni 2015, pukul 13.30 hingga 15.30 WIB. Yang menarik,
pengunjung bisa menyaksikan pertunjukkan dari band legendaris Indonesia
ini secara GRATIS!
Informasi lebih lengkap bisa disimak di website resmi BNN di alamat ini:
Slank Konser Sore-Sore Anti Narkoba: Via Musik, Ajak Penyalah Guna
Pulih Dengan Cara Asik
* * *
14328424571337121633
Direktur Diseminasi Informasi Gun Gun Siswadi (@roelly87)
* * *
1432842489755065
Kabag Humas Slamet Pribadi (@roelly87)
* * *
1432842528200735642
Thamrin Dahlan selaku mantan Direktur Pasca Rehabilitasi BNN yang kini
menjadi koordinator Blogger (@roelly87)
* * *
1432845299177885854
Konser Sore-Sore Anti Narkoba bareng Slank (Sumber foto: BNN.go.id)
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/roelly87/sinergi-bnn-dan-blogger-untuk-mengatasi-darurat-narkoba_556c46195fafbd71048b4569
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/roelly87/sinergi-bnn-dan-blogger-untuk-mengatasi-darurat-narkoba_556c46195fafbd71048b4569
Sinergi BNN dan Blogger
untuk Mengatasi Darurat Narkoba
29 Mei 2015 02:50:43 Diperbarui: 17 Juni 2015 06:29:44 Dibaca : 122
Komentar : 1 Nilai : 2
Sinergi BNN dan Blogger untuk Mengatasi Darurat Narkoba
Deputi Pencegahan BNN Antar Sianturi menjawab pertanyaan blogger (sumber
foto: dokumentasi pribadi/ www.Kompasiana.com/roelly87)
INDONESIA memasuki "Darurat Narkoba"? Jujur, ini bukan kalimat untuk
menakut-nakuti atau bernada skeptis belaka. Melainkan memang nyata dan
apa adanya. Ya, negeri kita tercinta ini sedang dirundung banyak
masalah. Salah satunya, selain praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
(KKN) yang sudah mewabah, adalah narkotika dan obat terlarang (narkoba).
Itu diungkapkan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) secara
tegas saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Badan Narkotika
Nasional (BNN) di Hotel Bidakara, 4 Februari lalu. Dalam kesempatan itu,
Jokowi menyebut setiap harinya terdapat 50 orang meninggal sia-sia
akibat narkoba. Wajar jika bulan lalu, mantan Gubernur DKI Jakarta ini
bertindak tegas dengan menghukum mati pengedar dan bandar kelas kakap.
Gunanya, demi mengurangi peredaran zat haram itu di negara kita tercinta
yang bisa merusak generasi penerus.
Hampir tiga bulan berselang, kampanye perang terhadap narkoba kembali
didengungkan. Kali ini bukan dari Jokowi. Melainkan, diungkap langsung
pejabat teras BNN dalam workshop Pencegahan dan Pemberantasan,
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba bersama sekitar 50 blogger di
Restoran Nusa Dua, Senayan, Selasa (26/5).
Awalnya, acara tersebut akan menghadirkan Kepala BNN Anang Iskandar yang
akhirnya batal karena beliau masih terkena demam berdarah. Sebagai
gantinya, Deputi Pencegahan BNN Antar Sianturi tampil sebagai pembicara
bersama Kabag Humas BNN Slamet Pribadi. Tak ketinggalan salah satu
pejabat teras yang sudah tidak asing lagi bagi kalangan blogger, yaitu
Direktur Diseminasi Informasi Gun Gun Siswadi.
Dalam kesempatan itu, mereka tidak hanya memaparkan mengenai bahaya
narkoba saja. Melainkan cara untuk mengantisipasi serta mencegah
peredarannya kepada blogger. Bahkan, pihak BNN berencana (kembali) untuk
mengajak serta blogger dalam mencegah dampak luas narkoba ke Pusat
Rehabilitasi di Lido, Sukabumi, Jawa Barat.
Sebuah sinergi yang saling menguntungkan bagikedua pihak. Sebab, BNN
dapat melanjutkan program Indonesia Emas 2045 yang Bebas Narkobamelalui
peran blogger. Maklum, kekuatan blogger tidak hanya dalam hal tulisan
saja yang bisa menyebar di dunia maya. Tapi juga di dunia nyata
mengingat blogger bisa memberi edukasi mengenai narkoba kepada anak,
saudara, keluarga, kerabat, hingga tetangga. Dan, jujur saja, -menurut
saya- itu jauh lebih mengefek ketimbang hanya promosi di media
mainstream saja.
Contoh nyata sudah terlihat pada sosok Okti Li. Blogger wanita ini tidak
pernah lelah memberi edukasi mengenai bahaya narkoba kepada keluarga
dan lingkungan sekitarnya. Yang menarik, Okti Li selalu hadir jika ada
acara yang diselenggarakan BNN meskipun rumahnya sangat jauh, yaitu di
pelosok Cianjur. Itu membuktikan komitmennya sebagai blogger yang
perduli narkoba. Termasuk semangatnya yang tetap tinggi meski seusai
pulang dari workshop, bus yang ditumpanginya nyaris mengalami kecelakaan
beruntun di kawasan Panembong, Cianjur.
Berbicara mengenai sinergi BNN dengan blogger, bagi saya sebenarnya
sudah tidak asing lagi. Lantaran sejak tiga tahun lalu sudah ikut dalam
program pencegahan narkoba. Tepatnya ketika pertengahan 2012 diajak pak
Thamrin Dahlan, blogger aktif yang sebelum pensiun pernah menjabat
Direktur Pasca Rehabilitasi BNN. Sejak itu, saya jadi tergerak untuk
serta dalam program dan acara yang dihelat BNN. Mulai dari Diskusi di
Restoran Mie Cekker Bandung bersama pak Gun Gun pada 22 Februari 2014,
Pergelaran Seni Budaya dan Forum Komunikasi Pencegahan Penyalahgunaan
Narkoba di Gendung Smesco (25/3/2014), diskusi dengan pak Anang di
markas BNN (14/4/2014), hingga diundang secara eksklusif saat
mewawancarai presiden di Rakornas, Februari lalu.
Apa yang saya lakukan itu memang bukan tanpa alasan. Sebab, saya sangat
antipati dengan yang namanya narkoba setelah 11 tahun silam saudara
sepupu saya meninggal akibatoverdosis. Jadi, dengan adanya program BNN
yang bekerja sama dengan blogger, bisa membuat saya turut serta
melakukan pencegahan narkoba di lingkungan tempat saya tinggal. Ya, dari
apa yang saya tulis di blog dengan mencetak dan ditempel di dinding
Karang Taruna serta pos Rukun Warga (RW).
* * *
"Pengguna narkoba di Indonesia ini sudah sangat parah. Yaitu, mencapai
4,2 juta orang atau sekitar 2,2 persen dari seluruh penduduk di negeri
ini yang masuk kategori 'darurat narkoba'. Lalu, apa yang harus kita
lakukan untuk menguranginya?" kata Antar kepada puluhan blogger.
"Jawabannya dengan melakukan pencegahan agar jumlah tersebut tidak
bertambah. Nah, di sini, peran blogger sangat penting bagi kami (BNN).
Salah satunya, jika ada keluarga atau kerabat kalian yang terindikasi
mengkonsumsi narkoba, bisa membawanya ke BNN untuk direhabilitasi.
Program ini gratis dan ditanggung negara dalam rangka merehabilitasi 100
ribu pengguna."
Apa yang dikatakan mantan Direktur Keuangan TVRI ini beralasan. Sebab,
banyak pengguna narkoba yang ingin sembuh, tapi takut jika mendengar
dibawa ke BNN untuk direhabilitasi dan lebih memilih untuk dipenjara.
Kenapa? Sebab, di penjara mereka bisa bebas mengkonsumsi atau bahkan
mengedarkannya! Itu menjadi ironis mengingat penjara bukanlah tempat
yang tepat untuk mengatasi narkoba. Melainkan justru panti rehabilitasi
yang dapat menghentikan ketergantungan bagi pengguna.
Itu diungkapkan secara gamblang oleh Antar, "70 persen perdagangan
narkoba di Indonesia dikendalikan dari penjara! Ini fakta. Untuk itu,
kami berharap jika ada rekan-rekan blogger yang memiliki keluarga atau
orang terdekat yang terindikasi narkoba, bisa membawanya kepada BNN.
Kami berharap dengan peran serta blogger bisa mengurangi peredaran
narkoba di negeri ini."
Hal sama ditegaskan Slamet. Menurut sosok yang menjabat Kabag Humas
sejak Januari lalu itu, blogger juga bisa berperan aktif selain melalui
tulisan dan edukasi di lingkungan sekitar. Salah satunya, dengan
melaporkan adanya peredaran narkoba di kediamannya.
Pertanyaannya, reward atau penghargaan apa yang didapat blogger jika
melakukan hal tersebut? Demikian, jalan pikiran kami masing-masing
ketika Slamet mengutarakan hal tersebut. Maklum, sebagai pelapor memang
sangat berisiko. Beruntung, pemilik blog slametpribadi99.wordpress.com
ini, memberikan penjelasan lebih lanjut yang membuat kami lega.
"Jika kalian ingin jadi pelapor, tidak perlu menulis lengkap jati diri.
Cukup mengirim SMS (pesan singkat) ke nomor 081221675675. Lalu,
apapenghargaan bagi pengguna atau mantan pemakai yang ingin melaporkan
pengedar dan bandar narkoba? Untuk saat ini, kami belum bisa memberikan
penghargaan. Namun, reward dari kami dan pemerintah berupa jaminan
keamanan bagi yang melapor. Selain itu, pelapor juga punya hak imunitas
atau kekebalan hukum dari negara," Slamet, mengungkapkan.
Jadi, sebagai blogger, mari kita turut serta mencegah peredaran narkoba
demi generasi yang akan datang.*
* * *
Oh ya, dalam kesempatan tersebut, Slamet juga mengajak blogger dan
masyarakat umum untuk menyaksikan konser Slank bersama BNN untuk
menyambut Hari Anti Narkotika Internasional (HANI). Acara tersebut
berlangsung di Lapangan D, Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Pusat,
Kamis, 4 Juni 2015, pukul 13.30 hingga 15.30 WIB. Yang menarik,
pengunjung bisa menyaksikan pertunjukkan dari band legendaris Indonesia
ini secara GRATIS!
Informasi lebih lengkap bisa disimak di website resmi BNN di alamat ini:
Slank Konser Sore-Sore Anti Narkoba: Via Musik, Ajak Penyalah Guna
Pulih Dengan Cara Asik
* * *
14328424571337121633
Direktur Diseminasi Informasi Gun Gun Siswadi (@roelly87)
* * *
1432842489755065
Kabag Humas Slamet Pribadi (@roelly87)
* * *
1432842528200735642
Thamrin Dahlan selaku mantan Direktur Pasca Rehabilitasi BNN yang kini
menjadi koordinator Blogger (@roelly87)
* * *
1432845299177885854
Konser Sore-Sore Anti Narkoba bareng Slank (Sumber foto: BNN.go.id
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/roelly87/sinergi-bnn-dan-blogger-untuk-mengatasi-darurat-narkoba_556c46195fafbd71048b4569
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/roelly87/sinergi-bnn-dan-blogger-untuk-mengatasi-darurat-narkoba_556c46195fafbd71048b4569
Sinergi BNN dan Blogger
untuk Mengatasi Darurat Narkoba
29 Mei 2015 02:50:43 Diperbarui: 17 Juni 2015 06:29:44 Dibaca : 122
Komentar : 1 Nilai : 2
Sinergi BNN dan Blogger untuk Mengatasi Darurat Narkoba
Deputi Pencegahan BNN Antar Sianturi menjawab pertanyaan blogger (sumber
foto: dokumentasi pribadi/ www.Kompasiana.com/roelly87)
INDONESIA memasuki "Darurat Narkoba"? Jujur, ini bukan kalimat untuk
menakut-nakuti atau bernada skeptis belaka. Melainkan memang nyata dan
apa adanya. Ya, negeri kita tercinta ini sedang dirundung banyak
masalah. Salah satunya, selain praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
(KKN) yang sudah mewabah, adalah narkotika dan obat terlarang (narkoba).
Itu diungkapkan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) secara
tegas saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Badan Narkotika
Nasional (BNN) di Hotel Bidakara, 4 Februari lalu. Dalam kesempatan itu,
Jokowi menyebut setiap harinya terdapat 50 orang meninggal sia-sia
akibat narkoba. Wajar jika bulan lalu, mantan Gubernur DKI Jakarta ini
bertindak tegas dengan menghukum mati pengedar dan bandar kelas kakap.
Gunanya, demi mengurangi peredaran zat haram itu di negara kita tercinta
yang bisa merusak generasi penerus.
Hampir tiga bulan berselang, kampanye perang terhadap narkoba kembali
didengungkan. Kali ini bukan dari Jokowi. Melainkan, diungkap langsung
pejabat teras BNN dalam workshop Pencegahan dan Pemberantasan,
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba bersama sekitar 50 blogger di
Restoran Nusa Dua, Senayan, Selasa (26/5).
Awalnya, acara tersebut akan menghadirkan Kepala BNN Anang Iskandar yang
akhirnya batal karena beliau masih terkena demam berdarah. Sebagai
gantinya, Deputi Pencegahan BNN Antar Sianturi tampil sebagai pembicara
bersama Kabag Humas BNN Slamet Pribadi. Tak ketinggalan salah satu
pejabat teras yang sudah tidak asing lagi bagi kalangan blogger, yaitu
Direktur Diseminasi Informasi Gun Gun Siswadi.
Dalam kesempatan itu, mereka tidak hanya memaparkan mengenai bahaya
narkoba saja. Melainkan cara untuk mengantisipasi serta mencegah
peredarannya kepada blogger. Bahkan, pihak BNN berencana (kembali) untuk
mengajak serta blogger dalam mencegah dampak luas narkoba ke Pusat
Rehabilitasi di Lido, Sukabumi, Jawa Barat.
Sebuah sinergi yang saling menguntungkan bagikedua pihak. Sebab, BNN
dapat melanjutkan program Indonesia Emas 2045 yang Bebas Narkobamelalui
peran blogger. Maklum, kekuatan blogger tidak hanya dalam hal tulisan
saja yang bisa menyebar di dunia maya. Tapi juga di dunia nyata
mengingat blogger bisa memberi edukasi mengenai narkoba kepada anak,
saudara, keluarga, kerabat, hingga tetangga. Dan, jujur saja, -menurut
saya- itu jauh lebih mengefek ketimbang hanya promosi di media
mainstream saja.
Contoh nyata sudah terlihat pada sosok Okti Li. Blogger wanita ini tidak
pernah lelah memberi edukasi mengenai bahaya narkoba kepada keluarga
dan lingkungan sekitarnya. Yang menarik, Okti Li selalu hadir jika ada
acara yang diselenggarakan BNN meskipun rumahnya sangat jauh, yaitu di
pelosok Cianjur. Itu membuktikan komitmennya sebagai blogger yang
perduli narkoba. Termasuk semangatnya yang tetap tinggi meski seusai
pulang dari workshop, bus yang ditumpanginya nyaris mengalami kecelakaan
beruntun di kawasan Panembong, Cianjur.
Berbicara mengenai sinergi BNN dengan blogger, bagi saya sebenarnya
sudah tidak asing lagi. Lantaran sejak tiga tahun lalu sudah ikut dalam
program pencegahan narkoba. Tepatnya ketika pertengahan 2012 diajak pak
Thamrin Dahlan, blogger aktif yang sebelum pensiun pernah menjabat
Direktur Pasca Rehabilitasi BNN. Sejak itu, saya jadi tergerak untuk
serta dalam program dan acara yang dihelat BNN. Mulai dari Diskusi di
Restoran Mie Cekker Bandung bersama pak Gun Gun pada 22 Februari 2014,
Pergelaran Seni Budaya dan Forum Komunikasi Pencegahan Penyalahgunaan
Narkoba di Gendung Smesco (25/3/2014), diskusi dengan pak Anang di
markas BNN (14/4/2014), hingga diundang secara eksklusif saat
mewawancarai presiden di Rakornas, Februari lalu.
Apa yang saya lakukan itu memang bukan tanpa alasan. Sebab, saya sangat
antipati dengan yang namanya narkoba setelah 11 tahun silam saudara
sepupu saya meninggal akibatoverdosis. Jadi, dengan adanya program BNN
yang bekerja sama dengan blogger, bisa membuat saya turut serta
melakukan pencegahan narkoba di lingkungan tempat saya tinggal. Ya, dari
apa yang saya tulis di blog dengan mencetak dan ditempel di dinding
Karang Taruna serta pos Rukun Warga (RW).
* * *
"Pengguna narkoba di Indonesia ini sudah sangat parah. Yaitu, mencapai
4,2 juta orang atau sekitar 2,2 persen dari seluruh penduduk di negeri
ini yang masuk kategori 'darurat narkoba'. Lalu, apa yang harus kita
lakukan untuk menguranginya?" kata Antar kepada puluhan blogger.
"Jawabannya dengan melakukan pencegahan agar jumlah tersebut tidak
bertambah. Nah, di sini, peran blogger sangat penting bagi kami (BNN).
Salah satunya, jika ada keluarga atau kerabat kalian yang terindikasi
mengkonsumsi narkoba, bisa membawanya ke BNN untuk direhabilitasi.
Program ini gratis dan ditanggung negara dalam rangka merehabilitasi 100
ribu pengguna."
Apa yang dikatakan mantan Direktur Keuangan TVRI ini beralasan. Sebab,
banyak pengguna narkoba yang ingin sembuh, tapi takut jika mendengar
dibawa ke BNN untuk direhabilitasi dan lebih memilih untuk dipenjara.
Kenapa? Sebab, di penjara mereka bisa bebas mengkonsumsi atau bahkan
mengedarkannya! Itu menjadi ironis mengingat penjara bukanlah tempat
yang tepat untuk mengatasi narkoba. Melainkan justru panti rehabilitasi
yang dapat menghentikan ketergantungan bagi pengguna.
Itu diungkapkan secara gamblang oleh Antar, "70 persen perdagangan
narkoba di Indonesia dikendalikan dari penjara! Ini fakta. Untuk itu,
kami berharap jika ada rekan-rekan blogger yang memiliki keluarga atau
orang terdekat yang terindikasi narkoba, bisa membawanya kepada BNN.
Kami berharap dengan peran serta blogger bisa mengurangi peredaran
narkoba di negeri ini."
Hal sama ditegaskan Slamet. Menurut sosok yang menjabat Kabag Humas
sejak Januari lalu itu, blogger juga bisa berperan aktif selain melalui
tulisan dan edukasi di lingkungan sekitar. Salah satunya, dengan
melaporkan adanya peredaran narkoba di kediamannya.
Pertanyaannya, reward atau penghargaan apa yang didapat blogger jika
melakukan hal tersebut? Demikian, jalan pikiran kami masing-masing
ketika Slamet mengutarakan hal tersebut. Maklum, sebagai pelapor memang
sangat berisiko. Beruntung, pemilik blog slametpribadi99.wordpress.com
ini, memberikan penjelasan lebih lanjut yang membuat kami lega.
"Jika kalian ingin jadi pelapor, tidak perlu menulis lengkap jati diri.
Cukup mengirim SMS (pesan singkat) ke nomor 081221675675. Lalu,
apapenghargaan bagi pengguna atau mantan pemakai yang ingin melaporkan
pengedar dan bandar narkoba? Untuk saat ini, kami belum bisa memberikan
penghargaan. Namun, reward dari kami dan pemerintah berupa jaminan
keamanan bagi yang melapor. Selain itu, pelapor juga punya hak imunitas
atau kekebalan hukum dari negara," Slamet, mengungkapkan.
Jadi, sebagai blogger, mari kita turut serta mencegah peredaran narkoba
demi generasi yang akan datang.*
* * *
Oh ya, dalam kesempatan tersebut, Slamet juga mengajak blogger dan
masyarakat umum untuk menyaksikan konser Slank bersama BNN untuk
menyambut Hari Anti Narkotika Internasional (HANI). Acara tersebut
berlangsung di Lapangan D, Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Pusat,
Kamis, 4 Juni 2015, pukul 13.30 hingga 15.30 WIB. Yang menarik,
pengunjung bisa menyaksikan pertunjukkan dari band legendaris Indonesia
ini secara GRATIS!
Informasi lebih lengkap bisa disimak di website resmi BNN di alamat ini:
Slank Konser Sore-Sore Anti Narkoba: Via Musik, Ajak Penyalah Guna
Pulih Dengan Cara Asik
* * *
14328424571337121633
Direktur Diseminasi Informasi Gun Gun Siswadi (@roelly87)
* * *
1432842489755065
Kabag Humas Slamet Pribadi (@roelly87)
* * *
1432842528200735642
Thamrin Dahlan selaku mantan Direktur Pasca Rehabilitasi BNN yang kini
menjadi koordinator Blogger (@roelly87)
* * *
1432845299177885854
Konser Sore-Sore Anti Narkoba bareng Slank (Sumber foto: BNN.go.id
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/roelly87/sinergi-bnn-dan-blogger-untuk-mengatasi-darurat-narkoba_556c46195fafbd71048b4569
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/roelly87/sinergi-bnn-dan-blogger-untuk-mengatasi-darurat-narkoba_556c46195fafbd71048b4569
Sinergi BNN dan Blogger
untuk Mengatasi Darurat Narkoba
29 Mei 2015 02:50:43 Diperbarui: 17 Juni 2015 06:29:44 Dibaca : 122
Komentar : 1 Nilai : 2
Sinergi BNN dan Blogger untuk Mengatasi Darurat Narkoba
Deputi Pencegahan BNN Antar Sianturi menjawab pertanyaan blogger (sumber
foto: dokumentasi pribadi/ www.Kompasiana.com/roelly87)
INDONESIA memasuki "Darurat Narkoba"? Jujur, ini bukan kalimat untuk
menakut-nakuti atau bernada skeptis belaka. Melainkan memang nyata dan
apa adanya. Ya, negeri kita tercinta ini sedang dirundung banyak
masalah. Salah satunya, selain praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
(KKN) yang sudah mewabah, adalah narkotika dan obat terlarang (narkoba).
Itu diungkapkan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) secara
tegas saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Badan Narkotika
Nasional (BNN) di Hotel Bidakara, 4 Februari lalu. Dalam kesempatan itu,
Jokowi menyebut setiap harinya terdapat 50 orang meninggal sia-sia
akibat narkoba. Wajar jika bulan lalu, mantan Gubernur DKI Jakarta ini
bertindak tegas dengan menghukum mati pengedar dan bandar kelas kakap.
Gunanya, demi mengurangi peredaran zat haram itu di negara kita tercinta
yang bisa merusak generasi penerus.
Hampir tiga bulan berselang, kampanye perang terhadap narkoba kembali
didengungkan. Kali ini bukan dari Jokowi. Melainkan, diungkap langsung
pejabat teras BNN dalam workshop Pencegahan dan Pemberantasan,
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba bersama sekitar 50 blogger di
Restoran Nusa Dua, Senayan, Selasa (26/5).
Awalnya, acara tersebut akan menghadirkan Kepala BNN Anang Iskandar yang
akhirnya batal karena beliau masih terkena demam berdarah. Sebagai
gantinya, Deputi Pencegahan BNN Antar Sianturi tampil sebagai pembicara
bersama Kabag Humas BNN Slamet Pribadi. Tak ketinggalan salah satu
pejabat teras yang sudah tidak asing lagi bagi kalangan blogger, yaitu
Direktur Diseminasi Informasi Gun Gun Siswadi.
Dalam kesempatan itu, mereka tidak hanya memaparkan mengenai bahaya
narkoba saja. Melainkan cara untuk mengantisipasi serta mencegah
peredarannya kepada blogger. Bahkan, pihak BNN berencana (kembali) untuk
mengajak serta blogger dalam mencegah dampak luas narkoba ke Pusat
Rehabilitasi di Lido, Sukabumi, Jawa Barat.
Sebuah sinergi yang saling menguntungkan bagikedua pihak. Sebab, BNN
dapat melanjutkan program Indonesia Emas 2045 yang Bebas Narkobamelalui
peran blogger. Maklum, kekuatan blogger tidak hanya dalam hal tulisan
saja yang bisa menyebar di dunia maya. Tapi juga di dunia nyata
mengingat blogger bisa memberi edukasi mengenai narkoba kepada anak,
saudara, keluarga, kerabat, hingga tetangga. Dan, jujur saja, -menurut
saya- itu jauh lebih mengefek ketimbang hanya promosi di media
mainstream saja.
Contoh nyata sudah terlihat pada sosok Okti Li. Blogger wanita ini tidak
pernah lelah memberi edukasi mengenai bahaya narkoba kepada keluarga
dan lingkungan sekitarnya. Yang menarik, Okti Li selalu hadir jika ada
acara yang diselenggarakan BNN meskipun rumahnya sangat jauh, yaitu di
pelosok Cianjur. Itu membuktikan komitmennya sebagai blogger yang
perduli narkoba. Termasuk semangatnya yang tetap tinggi meski seusai
pulang dari workshop, bus yang ditumpanginya nyaris mengalami kecelakaan
beruntun di kawasan Panembong, Cianjur.
Berbicara mengenai sinergi BNN dengan blogger, bagi saya sebenarnya
sudah tidak asing lagi. Lantaran sejak tiga tahun lalu sudah ikut dalam
program pencegahan narkoba. Tepatnya ketika pertengahan 2012 diajak pak
Thamrin Dahlan, blogger aktif yang sebelum pensiun pernah menjabat
Direktur Pasca Rehabilitasi BNN. Sejak itu, saya jadi tergerak untuk
serta dalam program dan acara yang dihelat BNN. Mulai dari Diskusi di
Restoran Mie Cekker Bandung bersama pak Gun Gun pada 22 Februari 2014,
Pergelaran Seni Budaya dan Forum Komunikasi Pencegahan Penyalahgunaan
Narkoba di Gendung Smesco (25/3/2014), diskusi dengan pak Anang di
markas BNN (14/4/2014), hingga diundang secara eksklusif saat
mewawancarai presiden di Rakornas, Februari lalu.
Apa yang saya lakukan itu memang bukan tanpa alasan. Sebab, saya sangat
antipati dengan yang namanya narkoba setelah 11 tahun silam saudara
sepupu saya meninggal akibatoverdosis. Jadi, dengan adanya program BNN
yang bekerja sama dengan blogger, bisa membuat saya turut serta
melakukan pencegahan narkoba di lingkungan tempat saya tinggal. Ya, dari
apa yang saya tulis di blog dengan mencetak dan ditempel di dinding
Karang Taruna serta pos Rukun Warga (RW).
* * *
"Pengguna narkoba di Indonesia ini sudah sangat parah. Yaitu, mencapai
4,2 juta orang atau sekitar 2,2 persen dari seluruh penduduk di negeri
ini yang masuk kategori 'darurat narkoba'. Lalu, apa yang harus kita
lakukan untuk menguranginya?" kata Antar kepada puluhan blogger.
"Jawabannya dengan melakukan pencegahan agar jumlah tersebut tidak
bertambah. Nah, di sini, peran blogger sangat penting bagi kami (BNN).
Salah satunya, jika ada keluarga atau kerabat kalian yang terindikasi
mengkonsumsi narkoba, bisa membawanya ke BNN untuk direhabilitasi.
Program ini gratis dan ditanggung negara dalam rangka merehabilitasi 100
ribu pengguna."
Apa yang dikatakan mantan Direktur Keuangan TVRI ini beralasan. Sebab,
banyak pengguna narkoba yang ingin sembuh, tapi takut jika mendengar
dibawa ke BNN untuk direhabilitasi dan lebih memilih untuk dipenjara.
Kenapa? Sebab, di penjara mereka bisa bebas mengkonsumsi atau bahkan
mengedarkannya! Itu menjadi ironis mengingat penjara bukanlah tempat
yang tepat untuk mengatasi narkoba. Melainkan justru panti rehabilitasi
yang dapat menghentikan ketergantungan bagi pengguna.
Itu diungkapkan secara gamblang oleh Antar, "70 persen perdagangan
narkoba di Indonesia dikendalikan dari penjara! Ini fakta. Untuk itu,
kami berharap jika ada rekan-rekan blogger yang memiliki keluarga atau
orang terdekat yang terindikasi narkoba, bisa membawanya kepada BNN.
Kami berharap dengan peran serta blogger bisa mengurangi peredaran
narkoba di negeri ini."
Hal sama ditegaskan Slamet. Menurut sosok yang menjabat Kabag Humas
sejak Januari lalu itu, blogger juga bisa berperan aktif selain melalui
tulisan dan edukasi di lingkungan sekitar. Salah satunya, dengan
melaporkan adanya peredaran narkoba di kediamannya.
Pertanyaannya, reward atau penghargaan apa yang didapat blogger jika
melakukan hal tersebut? Demikian, jalan pikiran kami masing-masing
ketika Slamet mengutarakan hal tersebut. Maklum, sebagai pelapor memang
sangat berisiko. Beruntung, pemilik blog slametpribadi99.wordpress.com
ini, memberikan penjelasan lebih lanjut yang membuat kami lega.
"Jika kalian ingin jadi pelapor, tidak perlu menulis lengkap jati diri.
Cukup mengirim SMS (pesan singkat) ke nomor 081221675675. Lalu,
apapenghargaan bagi pengguna atau mantan pemakai yang ingin melaporkan
pengedar dan bandar narkoba? Untuk saat ini, kami belum bisa memberikan
penghargaan. Namun, reward dari kami dan pemerintah berupa jaminan
keamanan bagi yang melapor. Selain itu, pelapor juga punya hak imunitas
atau kekebalan hukum dari negara," Slamet, mengungkapkan.
Jadi, sebagai blogger, mari kita turut serta mencegah peredaran narkoba
demi generasi yang akan datang.*
* * *
Oh ya, dalam kesempatan tersebut, Slamet juga mengajak blogger dan
masyarakat umum untuk menyaksikan konser Slank bersama BNN untuk
menyambut Hari Anti Narkotika Internasional (HANI). Acara tersebut
berlangsung di Lapangan D, Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Pusat,
Kamis, 4 Juni 2015, pukul 13.30 hingga 15.30 WIB. Yang menarik,
pengunjung bisa menyaksikan pertunjukkan dari band legendaris Indonesia
ini secara GRATIS!
Informasi lebih lengkap bisa disimak di website resmi BNN di alamat ini:
Slank Konser Sore-Sore Anti Narkoba: Via Musik, Ajak Penyalah Guna
Pulih Dengan Cara Asik
* * *
14328424571337121633
Direktur Diseminasi Informasi Gun Gun Siswadi (@roelly87)
* * *
1432842489755065
Kabag Humas Slamet Pribadi (@roelly87)
* * *
1432842528200735642
Thamrin Dahlan selaku mantan Direktur Pasca Rehabilitasi BNN yang kini
menjadi koordinator Blogger (@roelly87)
* * *
1432845299177885854
Konser Sore-Sore Anti Narkoba bareng Slank (Sumber foto: BNN.go.id
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/roelly87/sinergi-bnn-dan-blogger-untuk-mengatasi-darurat-narkoba_556c46195fafbd71048b4569
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/roelly87/sinergi-bnn-dan-blogger-untuk-mengatasi-darurat-narkoba_556c46195fafbd71048b4569
Tidak ada komentar:
Posting Komentar