Cara Mengatasi Sifat Gampang Marah
00:00
06:38
TANTANGANNYA
”Aku teriak sama kakakku dan aku dorong pintunya keras-keras sampai gantungan di balik pintu menancap ke tembok. Bekas lubangnya jadi tanda kalau sikapku kayak anak kecil.”—Diane. *
”Aku teriak, ’Papa jahat!’ terus aku banting pintu. Tapi sebelum pintunya tertutup, aku lihat muka Papa sedih dan aku menyesal sudah ngomong begitu.”—Lauren.
Apakah kamu pernah mengalaminya? Nah, artikel ini bisa membantu kamu.
YANG PERLU KAMU KETAHUI
Meledak dalam kemarahan merusak reputasimu. ”Dulu
aku pikir orang lain harus terima sifatku yang gampang emosi,” kata
Briana yang sekarang berusia 21. ”Tapi belakangan, aku perhatikan orang
kelihatan konyol kalau tidak kendalikan diri, dan aku sadar, begitulah aku di mata orang lain!”
Alkitab berkata, ”Ia yang cepat marah akan melakukan kebodohan.” —Amsal 14:17.
Kalau kamu suka marah kamu akan dijauhi. Daniel
yang berusia 18 berkata, ”Kalau kamu hilang kesabaran, kamu juga hilang
harga diri dan respek orang-orang.” Elaine, yang juga berusia 18,
setuju. ”Sifat gampang marah itu tidak keren,” katanya. ”Itu malah bikin
orang takut sama kita.”
Alkitab
berkata, ”Jangan berteman dengan siapa pun yang lekas marah; dan jangan
bergaul dengan orang yang kemurkaannya mudah meledak.” —Amsal 22:24.
Kamu bisa jadi lebih baik. ”Kita tidak selalu bisa kontrol perasaan kita tentang suatu situasi,” kata Sara yang berusia 15 tahun, ”tapi, kita bisa kontrol cara kita menunjukkan perasaan kita. Kita tidak perlu meledak.”
Alkitab
berkata, ”Ia yang lambat marah lebih baik daripada pria perkasa, dan ia
yang mengendalikan rohnya daripada orang yang merebut kota.” —Amsal 16:32.
YANG BISA KAMU LAKUKAN
Tetapkan tujuan. Daripada
bilang, ”Aku memang orangnya begini”, berupayalah jadi lebih baik dalam
jangka waktu tertentu, misalnya enam bulan. Selama itu, catatlah
kemajuanmu. Setiap kali kamu marah, tulislah (1) apa yang terjadi,
(2) apa reaksimu, (3) yang lebih baik bagaimana, dan mengapa. Lalu,
tetapkan tujuan untuk melakukannya setiap kali kamu terpancing. Tips:
Buat catatan setiap kali kamu sukses! Tuliskan betapa enak perasaanmu setelah bisa mengendalikan diri. —Prinsip Alkitab: Kolose 3:8.
Jangan langsung bereaksi. Kalau
seseorang atau sesuatu membuat kamu marah, jangan langsung mengatakan
apa yang terlintas dalam pikiranmu. Coba tunggu. Kalau perlu, ambil
napas dalam-dalam. Erik yang berusia 15 berkata, ”Kalau aku tarik napas
dulu, aku jadi punya waktu untuk berpikir sebelum telanjur berbuat atau
bilang sesuatu yang bisa bikin aku menyesal.” —Prinsip Alkitab: Amsal 21:23.
Cobalah mengerti orang lain. Kadang kamu mungkin menjadi marah karena kamu melihat masalahnya hanya dari satu sisi, yaitu dampaknya atas kamu. Cobalah
pikirkan perasaan orang lain. ”Bahkan orang yang jelas-jelas kasar,”
kata gadis bernama Jessica, ”biasanya punya alasan yang bisa bikin aku
lebih pengertian.” —Prinsip Alkitab: Amsal 19:11.
Kalau perlu, pergi dari situ. Alkitab berkata, ”Pergilah sebelum perselisihan meledak.” (Amsal 17:14)
Seperti ditunjukkan ayat itu, kadang yang terbaik adalah pergi saja
dari situasi yang memanas. Lalu, daripada terus memikirkan masalahnya
dan menjadi makin marah, lakukan kegiatan. ”Dengan olahraga, stresku
hilang dan aku tidak gampang marah,” kata gadis bernama Danielle.
Lupakan saja. Alkitab mengatakan, ”Jadilah resah, tetapi jangan berbuat dosa. Ucapkanlah perkataanmu dalam hatimu, . . . dan tetaplah diam.” (Mazmur 4:4) Jadi, tidak ada salahnya merasa resah,
atau kesal. Masalahnya adalah yang terjadi selanjutnya. Pemuda bernama
Richard mengatakan, ”Kalau kita mau saja dipancing, orang lain yang
kendalikan kita. Cobalah bersikap dewasa dan abaikan saja masalahnya.”
Dengan begitu, kamu yang kendalikan emosimu dan bukan emosimu yang
kendalikan kamu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar