Rabu, 24 Februari 2016

Mengatasi Kemacetan

Cara dan Solusi Mengatasi Kemacetan di Kota Jakarta

macet.jpg
Jakarta adalah kota yang super macet. Sebagai contoh dari Thamrin ke Otista yang jaraknya hanya sekitar 13 km perjalanan dengan kendaraan mobil bisa mencapai 2 jam lebih. Bahkan kalau hujan bisa 3 jam lebih. Kalau anda bekerja di Jakarta dan rumah jauh di pinggiran, anda bisa menghabiskan waktu 3-5 jam lebih di jalan.
Beberapa alternatif mengatasi macet di Jakarta:
1. Waktu Lampu Merah sebaiknya 90-120 menit.
Waktu lampu hijau yang begitu cepat. Sering baru 4-5 mobil yang berjalan lampu sudah kembali merah. Padahal antrian bisa mencapai 1 km atau sekitar 200 mobil. Untuk hal ini mungkin solusinya adalah memperpanjang waktu lampu hijau di tiap tempat jadi 1,5 atau 2 menit. Contoh kemacetan ini adalah di lampu merah pertigaan jalan Otista III dengan Otista Raya.
2. Mendenda Angkutan yang Ngetem
Banyaknya kendaraan angkutan (terutama mikrolet dan metromini) yang berhenti menunggu penumpang. Nah ini perlu kesiagaan polantas untuk mengatur mereka. Contohnya adalah di dekat terminal Kampung Melayu
3. Mengatur Pedagang Kaki Lima agar tidak luber ke jalan
Pedagang kaki lima yang meluber ke jalan. Nah ini perlu ditertibkan
4. Antrian Pembayaran Jalan Tol sebaiknya di Pintu Keluar
Pintu masuk jalan Tol. Antrian kendaraan untuk membayar jalan tol sering membuat macet karena bisa memanjang sampai lebih dari 1 km. Contohnya di pintu masuk Tol Tebet Barat 2 yang membuat macet sampai ke jalan layang ke arah Mampang. Sementara pintu tol Semanggi juga menimbulkan kemacetan yang sama parahnya. Harusnya pada jam macet jalan tol digratiskan saja sehingga tidak ada antrian bayaran yang membuat macet.
Bisa juga pembayaran bukan di pintu masuk. Tapi di pintu keluar tol seperti di Tol Jagorawi. Sehingga antrian pembayaran tidak memacetkan pengguna jalan lainnya karena masih berada di jalan tol.
5. Bangun rel Kereta Api di Jalur Terkanan (Cepat) Jalan Tol
Jika memang bisa, sebaiknya 1 jalur terkanan (jalur cepat) di jalan tol dibangun rel Kereta Api. Karena jalur terkanan biasanya bebas hambatan/steril, maka KA bisa melintas setiap 5 menit.
Bayangkan jika 1 rangkaian 8 gerbong bisa membawa 1000 penumpang, jika 12 jam, maka bisa 144 ribu penumpang yang dibawa untuk 1 jurusan. Misalnya dari Tol Kebon Jeruk hingga Cawang. Bahkan jika lewat tol Jagorawi, bisa menembus hingga Bogor. KA juga bisa menembus jalan tol Cikampek sehingga bisa melintasi Bekasi, Cikarang, dan Purwakarta.
Cuma harus dikaji lebih jauh apa ini mungkin.
6. Adakan Kembali Bis-bis Besar yang Dihapus Saat Pengadaan Busway
Saat Busway diadakan, beberapa trayek bis besar dihapuskan. Contohnya ada 11 Bis jurusan KP Melayu-Blok M yang tidak beroperasi sejak tahun 2009. Padahal jika 1 bis mengangkut 1.000 orang/hari, maka 11 bis tsb bisa mengangkut 11.000 orang/hari. Hanya dengan 11 Bis, bisa mengurangi sekitar 3000 kendaraan pribadi. Jadi harusnya Bis-bis besar yang ada jangan dihapus. Ini agar Busway tidak terlampau penuh sehingga pengemudi mobil pribadi tertarik untuk naik angkutan umum.
7. Adakan Rumah Susun Sewa Murah di Pusat-pusat Perkantoran
Bangun rumah susun ataupun apartemen murah SEWA di dekat pusat-pusat perkantoran seperti di kawasan Jalan Sudirman, Jalan Thamrin, dan Kuningan. Dengan keberadaan hunian murah tersebut, karyawan bisa berjalan kaki atau naik bus ke tempat kerja di dekatnya jika jaraknya cuma 300 meter atau kurang. Ini mengatasi macet dan menghemat BBM.
8. Perlebar Titik-titik Macet di Jakarta dan Beri Jalan Layang/Terowongan
Pada titik macet seperti perempatan Pancoran dan Kuningan, harus diperlebar 1 jalur sepanjang 500 meter. Kemudian beri jalan layang minimal 2 jalur sehingga untuk yang lurus terhindar dari kemacetan lampu merah. Tahun 2008 kemacetan menyebabkan kerugian sebesar Rp 28 trilyun. Jadi biaya untuk mengurangi kemacetan lebih kecil dibanding dampaknya. Jalan layang ini tidak boleh terhambat oleh antrian pembayaran di pintu masuk jalan tol seperti di Pintu Tol Tebet II Pancoran yang distop polisi. Sehingga tak ada bedanya dengan jalan biasa. Jalan layang jika perlu diperpanjang sehingga melewati pintu masuk tol tsb.


9. Tambah Rangkaian Kereta Api
Tambah rangkaian KRL. Contohnya untuk KRL Jakarta-Bogor, bisa ditambah 5 rangkaian. Dengan 8 gerbong, maka sekali jalan bisa menampung 800 penumpang. Sehari total bisa 40 ribu penumpang. Apalagi jika 1 rangkaian bisa ditingkatkan jadi 10 gerbong. Tentu panjang peron juga harus ditambah.
10. Adakan Transportasi Air

Daya gunakan kanal yang ada (yang dalam dan lebar) sebagai angkutan air (Water Way). Jerman berhasil membuat angkutan umum dengan kanal-kanalnya (Elbe–Havel Canal 56 km dan Mittelland Canal 325 km) dengan panjang total 381 km dan lebar 60 meter yang menghubungkan bukan cuma Jerman, tapi Perancis, Swis, Benelux, dan laut Baltik. Jakarta kalau sekedar 30 km saja harusnya bisa.
Banjir Kanal Barat dan Banjir Kanal Timur harusnya bisa didayagunakan untuk angkutan air. Jembatan-jembatan harus dipertinggi agar perahu bisa lewat.
11. Gunakan Mass Rapid Transportation (MRT)
Mass Rapid Transportation (MRT) mungkin 5-10 tahun baru jadi. Tapi harus direncanakan dari sekarang. Bagaimana dibuat jalur kereta yang benar-benar bebas hambatan.
MRT tidak harus di bawah tanah atau di jalan layang. Di jalan biasa pun bisa seperti di rel KA yang ada atau pun di tengah jalan tol. Contohnya Trem di atas yang ada di kota Rotterdam. Yang penting jalurnya harus benar-benar bebas hambatan atau steril. Caranya dengan membuat jalan layang atau underpass di persimpangan.
BIaya subway pasti mahal karena perlu penerangan, AC/udara, dan listrik lainnya. Selain itu rentan banjir. Bahkan Subway New York saja sampai lumpuh berhar-hari akibat banjir setelah diterpa badai Sandy (CNN, NYT). Bayangkan apa yang terjadi dengan kota Jakarta yang memang langganan banjir.
Sudah saatnya pemerintah memeriksa titik-titik kemacetan dan memperlebar jalur di sana. Jika perlu melakukan penggusuran.
Pelebaran dan pendalaman kali Ciliwung dan kali-kali lainnya bisa membuat sungai yang ada di Jakarta sebagai jalan baru tanpa harus menggusur perumahan. Sekaligus juga mengurangi banjir karena daya tampung sungai jadi lebih besar. Solusi ini lebih murah daripada solusi monorail yang mencapai lebih dari 7 trilyun rupiah dan hanya mengcover daerah segitiga Sudirman, Gatot Subroto, dan Kuningan.
Satu ide lagi, tidak ada salahnya jika pagi jam 7-9 jalan tol dari Cawang-Semanggi dijadikan satu arah hanya ke arah Semanggi saja. Karena pada pagi hari yang ke arah Semanggi begitu padat dan macet sementara arah sebaliknya sangat lengang. Tidak pakai jalan tol juga lancar. Sebaliknya ketika jam pulang kantor, jam 5-7 sore jalan tol dibuat 1 arah hanya ke arah Cawang. Dengan cara ini minimal kemacetan di jalan Gatot Subroto, Mampang, dan Sudirman bisa dikurangi.
Alternatif yang lebih ekstrim adalah memindahkan ibukota dari Jakarta. Konon presiden Soeharto ingin memindahkan ibukota ke Jonggol sehingga pengusaha real estate Ciputra terlebih dulu sudah membuat perumahan di dekat Jonggol. Namun karena lengser rencana itu tidak terlaksana. Lebih baik lagi jika ibukota di pindah ke daerah yang kurang penduduknya seperti di Kalimantan sehingga penduduk pulau Jawa yang sangat padat bisa tersedot sebagian ke sana.
Lebih dari 80% uang yang ada beredar di Jakarta. Tak heran jika Jakarta terus bertambah padat bahkan saat ini jumlah penduduknya yang 8,7 juta jiwa (data tahun 2004) mengalahkan jumlah penduduk kota New York (8,1 juta). Ini karena Jakarta memonopoli semua kegiatan baik politik, ekonomi, budaya, dan sebagainya.
Amerika Serikat meski terjadi kemacetan namun berhasil mendistribusikan penduduknya sehingga tidak menumpuk di ibukota. Washington DC yang merupakan ibukota hanya menempati urutan ke 27 kota terpadat dengan jumlah penduduk sekitar 550 ribu jiwa. Sementara New York yang merupakan pusat bisnis di urutan pertama dengan 8,1 juta jiwa dan Los Angeles yang merupakan pusat hiburan di urutan ke 2 dengan jumlah penduduk 3,8 juta jiwa.

Referensi:

Jokowi berpendapat bahwa seharusnya ada rumah susun ataupun apartemen murah yang dibangun di dekat pusat-pusat perkantoran seperti di kawasan Jalan Sudirman, Jalan Thamrin, dan Kuningan. Dengan keberadaan hunian murah tersebut, karyawan bisa berjalan kaki atau naik bus ke tempat kerja di dekatnya jika jaraknya cuma 300 meter atau kurang.
http://pilkada.kompas.com/berita/read/2012/09/16/22040728/Solusi.Jokowi.untuk.Atasi.Problem.Transportasi?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Ktswp
“Saat ini satu set kereta rel listrik (KRL) menjalankan 8 unit kereta, sehingga jika akan dijalankan menjadi 10 unit kereta dalam satu rangkaian maka harus di lakukan perpanjangan peron,” jelas  Mateta Rijalulhaq, Kahumas Daop I PT KAI  hari ini (Kamis 20/9/2012).
Subway bawah tanah pasti mahal karena perlu lampu, AC/udara, listrik, dsb. Belum lagi banjir. Subway New York saja setelah badai Sandy kemarin kebanjiran. Bayangkan dgn Jakarta yg memang langganan banjir: Subway New York saja lumpuh akibat banjir karena badai Sandy kemarin. Padahal di Jakarta Banjir adalah bencana rutin… Flooded Tunnels May Keep City’s Subway Network Closed for Several Days

Tidak ada komentar:

Posting Komentar