Cara dan Solusi Mengatasi Kemacetan di Kota Jakarta
Posted on November 8, 2007 by Admin
Jakarta adalah kota yang super macet. Sebagai contoh dari Thamrin ke
Otista yang jaraknya hanya sekitar 13 km perjalanan dengan kendaraan
mobil bisa mencapai 2 jam lebih. Bahkan kalau hujan bisa 3 jam lebih.
Kalau anda bekerja di Jakarta dan rumah jauh di pinggiran, anda bisa
menghabiskan waktu 3-5 jam lebih di jalan.
Beberapa alternatif mengatasi macet di Jakarta:
1. Waktu Lampu Merah sebaiknya 90-120 menit.
Waktu
lampu hijau yang begitu cepat. Sering baru 4-5 mobil yang berjalan
lampu sudah kembali merah. Padahal antrian bisa mencapai 1 km atau
sekitar 200 mobil. Untuk hal ini mungkin solusinya adalah memperpanjang
waktu lampu hijau di tiap tempat jadi 1,5 atau 2 menit. Contoh kemacetan
ini adalah di lampu merah pertigaan jalan Otista III dengan Otista
Raya.
2. Mendenda Angkutan yang NgetemBanyaknya kendaraan angkutan (terutama mikrolet dan metromini) yang berhenti menunggu penumpang. Nah ini perlu kesiagaan polantas untuk mengatur mereka. Contohnya adalah di dekat terminal Kampung Melayu
3. Mengatur Pedagang Kaki Lima agar tidak luber ke jalan
Pedagang kaki lima yang meluber ke jalan. Nah ini perlu ditertibkan
4. Antrian Pembayaran Jalan Tol sebaiknya di Pintu Keluar
Pintu
masuk jalan Tol. Antrian kendaraan untuk membayar jalan tol sering
membuat macet karena bisa memanjang sampai lebih dari 1 km. Contohnya di
pintu masuk Tol Tebet Barat 2 yang membuat macet sampai ke jalan layang
ke arah Mampang. Sementara pintu tol Semanggi juga menimbulkan
kemacetan yang sama parahnya. Harusnya pada jam macet jalan tol
digratiskan saja sehingga tidak ada antrian bayaran yang membuat macet.
Bisa
juga pembayaran bukan di pintu masuk. Tapi di pintu keluar tol seperti
di Tol Jagorawi. Sehingga antrian pembayaran tidak memacetkan pengguna
jalan lainnya karena masih berada di jalan tol.
5. Bangun rel Kereta Api di Jalur Terkanan (Cepat) Jalan TolJika memang bisa, sebaiknya 1 jalur terkanan (jalur cepat) di jalan tol dibangun rel Kereta Api. Karena jalur terkanan biasanya bebas hambatan/steril, maka KA bisa melintas setiap 5 menit.
Bayangkan jika 1 rangkaian 8 gerbong bisa
membawa 1000 penumpang, jika 12 jam, maka bisa 144 ribu penumpang yang
dibawa untuk 1 jurusan. Misalnya dari Tol Kebon Jeruk hingga Cawang.
Bahkan jika lewat tol Jagorawi, bisa menembus hingga Bogor. KA juga bisa
menembus jalan tol Cikampek sehingga bisa melintasi Bekasi, Cikarang,
dan Purwakarta.
Cuma harus dikaji lebih jauh apa ini mungkin.6. Adakan Kembali Bis-bis Besar yang Dihapus Saat Pengadaan Busway
Saat Busway diadakan, beberapa trayek bis besar dihapuskan. Contohnya ada 11 Bis jurusan KP Melayu-Blok M yang tidak beroperasi sejak tahun 2009. Padahal jika 1 bis mengangkut 1.000 orang/hari, maka 11 bis tsb bisa mengangkut 11.000 orang/hari. Hanya dengan 11 Bis, bisa mengurangi sekitar 3000 kendaraan pribadi. Jadi harusnya Bis-bis besar yang ada jangan dihapus. Ini agar Busway tidak terlampau penuh sehingga pengemudi mobil pribadi tertarik untuk naik angkutan umum.
7. Adakan Rumah Susun Sewa Murah di Pusat-pusat Perkantoran
Bangun rumah
susun ataupun apartemen murah SEWA di dekat pusat-pusat perkantoran
seperti di kawasan Jalan Sudirman, Jalan Thamrin, dan Kuningan. Dengan
keberadaan hunian murah tersebut, karyawan bisa berjalan kaki atau naik
bus ke tempat kerja di dekatnya jika jaraknya cuma 300 meter atau
kurang. Ini mengatasi macet dan menghemat BBM.
8. Perlebar Titik-titik Macet di Jakarta dan Beri Jalan Layang/Terowongan
Pada
titik macet seperti perempatan Pancoran dan Kuningan, harus diperlebar 1
jalur sepanjang 500 meter. Kemudian beri jalan layang minimal 2 jalur
sehingga untuk yang lurus terhindar dari kemacetan lampu merah. Tahun
2008 kemacetan menyebabkan kerugian sebesar Rp 28 trilyun. Jadi biaya
untuk mengurangi kemacetan lebih kecil dibanding dampaknya. Jalan layang
ini tidak boleh terhambat oleh antrian pembayaran di pintu masuk jalan
tol seperti di Pintu Tol Tebet II Pancoran yang distop polisi. Sehingga
tak ada bedanya dengan jalan biasa. Jalan layang jika perlu diperpanjang
sehingga melewati pintu masuk tol tsb.
Tambah
rangkaian KRL. Contohnya untuk KRL Jakarta-Bogor, bisa ditambah 5
rangkaian. Dengan 8 gerbong, maka sekali jalan bisa menampung 800
penumpang. Sehari total bisa 40 ribu penumpang. Apalagi jika 1 rangkaian bisa ditingkatkan jadi 10 gerbong. Tentu panjang peron juga harus ditambah.
10. Adakan Transportasi Air
Daya
gunakan kanal yang ada (yang dalam dan lebar) sebagai angkutan air
(Water Way). Jerman berhasil membuat angkutan umum dengan kanal-kanalnya
(Elbe–Havel Canal 56 km dan Mittelland Canal 325 km) dengan panjang
total 381 km dan lebar 60 meter yang menghubungkan bukan cuma Jerman,
tapi Perancis, Swis, Benelux, dan laut Baltik. Jakarta kalau sekedar 30
km saja harusnya bisa.
Banjir Kanal Barat dan Banjir Kanal Timur
harusnya bisa didayagunakan untuk angkutan air. Jembatan-jembatan harus
dipertinggi agar perahu bisa lewat.
11. Gunakan Mass Rapid Transportation (MRT)
Mass
Rapid Transportation (MRT) mungkin 5-10 tahun baru jadi. Tapi harus
direncanakan dari sekarang. Bagaimana dibuat jalur kereta yang
benar-benar bebas hambatan.
MRT tidak harus di bawah tanah atau di
jalan layang. Di jalan biasa pun bisa seperti di rel KA yang ada atau
pun di tengah jalan tol. Contohnya Trem di atas yang ada di kota
Rotterdam. Yang penting jalurnya harus benar-benar bebas hambatan atau
steril. Caranya dengan membuat jalan layang atau underpass di
persimpangan.
BIaya subway pasti mahal karena perlu
penerangan, AC/udara, dan listrik lainnya. Selain itu rentan banjir.
Bahkan Subway New York saja sampai lumpuh berhar-hari akibat banjir
setelah diterpa badai Sandy (CNN, NYT). Bayangkan apa yang terjadi
dengan kota Jakarta yang memang langganan banjir.
Sudah saatnya pemerintah memeriksa titik-titik kemacetan dan memperlebar jalur di sana. Jika perlu melakukan penggusuran.
Pelebaran dan pendalaman kali Ciliwung
dan kali-kali lainnya bisa membuat sungai yang ada di Jakarta sebagai
jalan baru tanpa harus menggusur perumahan. Sekaligus juga mengurangi
banjir karena daya tampung sungai jadi lebih besar. Solusi ini lebih
murah daripada solusi monorail yang mencapai lebih dari 7 trilyun rupiah
dan hanya mengcover daerah segitiga Sudirman, Gatot Subroto, dan
Kuningan.
Satu ide lagi, tidak ada salahnya jika
pagi jam 7-9 jalan tol dari Cawang-Semanggi dijadikan satu arah hanya ke
arah Semanggi saja. Karena pada pagi hari yang ke arah Semanggi begitu
padat dan macet sementara arah sebaliknya sangat lengang. Tidak pakai
jalan tol juga lancar. Sebaliknya ketika jam pulang kantor, jam 5-7 sore
jalan tol dibuat 1 arah hanya ke arah Cawang. Dengan cara ini minimal
kemacetan di jalan Gatot Subroto, Mampang, dan Sudirman bisa dikurangi.
Alternatif yang lebih ekstrim adalah
memindahkan ibukota dari Jakarta. Konon presiden Soeharto ingin
memindahkan ibukota ke Jonggol sehingga pengusaha real estate Ciputra
terlebih dulu sudah membuat perumahan di dekat Jonggol. Namun karena
lengser rencana itu tidak terlaksana. Lebih baik lagi jika ibukota di
pindah ke daerah yang kurang penduduknya seperti di Kalimantan sehingga
penduduk pulau Jawa yang sangat padat bisa tersedot sebagian ke sana.
Lebih dari 80% uang yang ada beredar di
Jakarta. Tak heran jika Jakarta terus bertambah padat bahkan saat ini
jumlah penduduknya yang 8,7 juta jiwa (data tahun 2004) mengalahkan
jumlah penduduk kota New York (8,1 juta). Ini karena Jakarta memonopoli
semua kegiatan baik politik, ekonomi, budaya, dan sebagainya.
Amerika Serikat meski terjadi kemacetan
namun berhasil mendistribusikan penduduknya sehingga tidak menumpuk di
ibukota. Washington DC yang merupakan ibukota hanya menempati urutan ke
27 kota terpadat dengan jumlah penduduk sekitar 550 ribu jiwa. Sementara
New York yang merupakan pusat bisnis di urutan pertama dengan 8,1 juta
jiwa dan Los Angeles yang merupakan pusat hiburan di urutan ke 2 dengan
jumlah penduduk 3,8 juta jiwa.
Referensi:
Jokowi berpendapat
bahwa seharusnya ada rumah susun ataupun apartemen murah yang dibangun
di dekat pusat-pusat perkantoran seperti di kawasan Jalan Sudirman,
Jalan Thamrin, dan Kuningan. Dengan keberadaan hunian murah tersebut,
karyawan bisa berjalan kaki atau naik bus ke tempat kerja di dekatnya
jika jaraknya cuma 300 meter atau kurang.
http://pilkada.kompas.com/berita/read/2012/09/16/22040728/Solusi.Jokowi.untuk.Atasi.Problem.Transportasi?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Ktswp
http://pilkada.kompas.com/berita/read/2012/09/16/22040728/Solusi.Jokowi.untuk.Atasi.Problem.Transportasi?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Ktswp
“Saat ini satu set
kereta rel listrik (KRL) menjalankan 8 unit kereta, sehingga jika akan
dijalankan menjadi 10 unit kereta dalam satu rangkaian maka harus di
lakukan perpanjangan peron,” jelas Mateta Rijalulhaq, Kahumas Daop I PT
KAI hari ini (Kamis 20/9/2012).
Subway bawah tanah
pasti mahal karena perlu lampu, AC/udara, listrik, dsb. Belum lagi
banjir. Subway New York saja setelah badai Sandy kemarin kebanjiran.
Bayangkan dgn Jakarta yg memang langganan banjir: Subway New York saja
lumpuh akibat banjir karena badai Sandy kemarin. Padahal di Jakarta
Banjir adalah bencana rutin… Flooded Tunnels May Keep City’s Subway
Network Closed for Several Days
Tidak ada komentar:
Posting Komentar